Semua Golongan Masyarakat di Indonesia Rentan Terpapar Radikalisme
Penumpang gelap demokrasi
Lalu benarkah radikalisme merupakan ekses dari demokrasi?
Peneliti ekstrimisme-terorisme dari Universitas Paramadina, Suratno, mengatakan radikalisme justru merupakan penumpang gelap demokrasi yang memanfaatkan celah demokrasi seperti kebebasan berekspresi.
Dalam konteks Indonesia, celah ini juga didukung oleh bobroknya birokrasi dan lemahnya penegakkan hukum.
Radikalisme saat ini, sebut Suratno, adalah kelanjutan dari radikalisme era Orde Baru, hanya saja jauh lebih ekstrim.
Ia mencatat beberapa faktor di balik fenomena itu.
Pertama, atmosfer demokratis yang membuat kelompok radikal makin leluasa bergerak, hal yang tak ditemui di rezim represif Soeharto. Keterkaitan kelompok radikal dengan jaringan global terutama di Timur Tengah membuat ideologi, strategi dan metode gerakan mereka meniru jaringan yang lebih ekstrim seperti al-Qaeda, ISIS dan lainnya.
Majunya teknologi informasi turut membuat penyebaran proganda dan perekrutan anggota makin mudah dan cepat.
Akademisi lulusan Goethe Universitat Frankfurt ini menjelaskan, ideologi radikal, secara umum, melihat sesuatu secara hitam dan putih, sebuah logika sederhana yang mudah diterima awam.
- Dunia Hari Ini: Aktivis Thailand Meninggal Setelah Mogok Makan di Penjara
- Tanggapan Mahasiswa Asing Soal Rencana Australia Membatasi Jumlah Mereka
- Dunia Hari Ini: Empat Warga India Tewas Tertimpa Papan Reklame
- Dunia Hari Ini: Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi, 37 Orang Tewas
- Verifikasi dengan Swafoto Bersama Kartu Identitas: Seberapa Aman dan Bisa Diandalkan?
- Dunia Hari Ini: Surat Kabar Inggris Digugat Pangeran Harry