Refleksi Akhir Tahun 2017

Sentuhan Presiden Jokowi untuk Tanah Papua

Sentuhan Presiden Jokowi untuk Tanah Papua
Pemerhati Pembangunan Papua, Dr. Velix Wanggai

Perubahan pendekatan yang berbasis sosiologis-antropologis ke dalam perencanaan yang teknokratis ini sejalan dengan ide dasar dari Gubernur Papua Lukas Enembe yang sedang menata kembali pembangunan regional Papua.

Untuk itu, dalam konteks pelaksanaan kebijakan (policy implementation), pendekatan 5 wilayah adat tersebut haruslah diterjemahkan oleh para Menteri, Dirjen, Deputi dan jajaran eksekutif lainnya di Kementerian/Lembaga untuk mendesain lebih teknis, baik dari sisi rumusan kebijakan sektoral dan regional, pola pendekatan program dan proyek, serta formulasi anggaran khusus untuk Tanah Papua, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah adat.

Sentuhan Kedua, adalah Presiden Joko Widodo mendekati Tanah Papua dengan mendorong pendekatan kewilayahan (regional approach). Pilihan strategi ini tentu saja telah mempertimbangkan berbagai aspek, seperti wilayah Tanah Papua yang luas, penduduk yang tersebar tidak merata, serta potensi sumber daya alam yang bernilai strategis. Untuk itu, pendekatan kluster atau koridor kewilayahan dengan dukungan konektivitas antarwilayah merupakan pilihan kebijakan yang tepat.

Saat ini Pemerintah telah menetapkan Kawasan Industri Bintuni, Kawasan Industri Timika, Kawasan Sentra Pangan Merauke (KEK Merauke), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong maupun kawasan potensial lainnya. Secara khusus, pada tanggal 1 Agustus 2016 Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2016 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong. Dengan kerangka KEK ini, Pemerintah menerapkan sejumlah insentif fiskal dan non-fiskal untuk percepatan investasi di KEK Sorong.

Bersamaan dengan kebijakan kewilayahan ini, dalam tahun 2014 - 2019 ini, Pemerintah menaruh perhatian 25 Kabupaten Tertinggal di Papua dan 7 Kabupaten Tertinggal di Papua Barat. Dengan demikian, strategi kewilayahan ini mengaitkan antara kawasan strategis secara ekonomis dan kawasan tertinggal di berbagai daerah di Tanah Papua.

Sentuhan ketiga, sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan atas pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua, perhatian Presiden Joko Widodo tertuju ke upaya re-negosiasi kontrak karya PT. Freeport Indonesia. Sekali dalam sebuah kesempatan Presiden Jokowi pernah berpesan, "Kedaulatan Indonesia harus dijaga dalam proses negosiasi dengan Freeport Indonesia" (www.detik.com, 4/9/2017). Kita semua menyadari kepentingan Amerika Serikat sangat tinggi atas Freeport Indonesia dan kehadirannya di Papua juga tidak hanya sekedar ékonomi semata, namun juga terkait dengan perjalanan sejarah integrasi Papua dalam geopolitik dunia.

Fondasi renegosiasi atas Freeport Indonesia telah diletakkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagaimana terbitnya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Dari 17 poin yang diminta oleh Gubernur Papua Lukas Enembe di tahun 2013, akhirnya difokuskan ke 6 agenda renegosiasi.

Kini, ada sebuah kemajuan yang berarti telah dicapai di era Presiden Jokowi, sebagaimana apa yang diungkapkan oieh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Ignasius Jonan pada 29 Agustus 2017. Ada kesepakatan yang dicapai, yakni Freeport Indonesia sepakat untuk melakukan divestasi 51 persen saham ke Pemerintah Indonesia, Freeport berkomitmen untuk membangun smelter dalam 5 tahun sampai Januari 2022, perubahan kontrak karya menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), maupun Freeport Indonesia sepakat menjaga besar penerimaan negara yang lebih baik dibandingkan di era rezim kontrak karya.

Sentuhan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahan merupakan wujud hadirnya Negara di tengah-tengah rakyat Papua.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News