Sepertinya, Predikat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Saja tak Cukup

Meski tidak lama, tetap saja pengorbanannya besar. Bukan hanya tenaga dan pikiran. Harta pun harus siap dia sisihkan.
Setiap kali sekolah butuh, dia tidak segan merogoh kocek sendiri untuk memberikan bantuan. Misalnya untuk kebutuhan-kebutuhan mendadak di sekolah.
Karena meminta bantuan ke UPTD Pendidikan Rupat Utara dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkalis membutuhkan waktu, dia memilih jalan cepat dengan menggunakan uang pribadi.
”Sedikit banyak Ibu bantu,” kata dia. Sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya bahwa bantuan yang diberikan harus kembali.
Yang penting baginya, kebutuhan anak didiknya terpenuhi. Tidak heran, Kemendikbud mengapresiasi kiprah Syawaliah.
Tidak hanya dinobatkan sebagai guru berdedikasi, dia juga menjadi salah satu di antara delapan guru yang dipilih untuk mewakili Indonesia dalam studi banding ke Australia.
Kesempatan itu dia terima dua tahun lalu. Ketika masih bertugas di SDN 11 Kadur. Selama seminggu, Syawaliah diajak studi banding ke Australia oleh Kemendikbud. ”Belajar banyak dari sana,” jelasnya.
Kisah Syawaliah patut menjadi teladan bagi guru lain di tanah air. Khususnya yang tidak perlu bersusah payah menjalankan kewajiban seperti yang harus dilakoni Syawaliah.
Berjuang dengan fasilitas minim di pedalaman, Syawaliah dan Samadi adalah representasi ribuan guru di pedalaman yang butuh perhatian lebih dari pemerintah.
- Prabowo Bakal Digitalisasi Sekolah, Siswa Bisa Belajar Dari Layar Televisi
- Mendikdasmen Sebut Janji Presiden Prabowo kepada Guru Sudah Terealisasi, Apa Saja?
- Peringati Hari Pendidikan Nasional, Ribuan Siswa & Guru Menanam Sayuran di Sekolah
- KPK Ingatkan Guru & Dosen: Gratifikasi Bukan Rezeki
- Motor Bu Guru Korban Begal di Bangkalan Sudah Kembali, Ada yang Terharu
- Menteri Mu'ti Terima Rekomendasi Konsolidasi Nasional Dikdasmen, Ada soal Guru & SPMB