Seret LSM Asing ke Dalam Polemik TWK, Eks Pegawai KPK Dijuluki Komprador

Seret LSM Asing ke Dalam Polemik TWK, Eks Pegawai KPK Dijuluki Komprador
Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menduga Transparency International tidak memahami kaidah-kaidah hukum internasional.

Hal tersebut disampaikannya berkaitan dengan surat dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing itu kepada Presiden RI Joko Widodo terkait polemik pemberhentian pegawai KPK yang gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).

Hari mengaku heran lantaran TI membanding-bandingkan payung hukum Nomor 30 tahun 2020 dengan Undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2019.

“Kalau begitu artinya LSM Jerman yang bekerjasama dengan LSM yang berada di Indonesia saling diuntungkan (simbiosis mutualisme) dengan keberadaan UU Nomor 30 tahun 2002 dibandingkan dengan UU Nomor 19 tahun 2019,” ujar Hari berdasarkan keterangannya, Kamis (8/7).

Hari menilai, langkah para pegawai KPK yang gagal TWK sangat memalukan. Pasalnya, mereka telah menyeret pihak asing dalam permasalahan dalam negeri, yang sebenarnya mereka buat sendiri.

“Perbuatan 75 eks pegawai KPK memalukan bangsa dan pemerintah Indonesia sampai meminta bantuan LSM asing, dan bisa dikategorikan sebagai komprador (penjual bangsa dan rakyat). Saya meminjam kalimat yang ditujukan bagi 75 eks pegawai KPK yakni, Jangan Ada Dusta di Hadapan Pancasila dan Merah Putih,” katanya.

Dia mengatakan, setiap negara memiliki kekuasaan yang merdeka dan memiliki ketentuan hukum yang berlaku di dalam yurisdiksi Negara.

Indonesia adalah negara hukum dan tunduk pada segala peraturan Perundang-undangan NKRI.

Studi Demokrasi Rakyat (SDR) meminta lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jerman untuk menghormati urusan dalam negeri Indonesia dengan tidak ikut campur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News