Setelah RI-Singapura Teken MoU Ekstradisi, PNPK Desak Pemerintah Sita Uang Hasil Kejahatan

Setelah RI-Singapura Teken MoU Ekstradisi, PNPK Desak Pemerintah Sita Uang Hasil Kejahatan
Presidium Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) Haris Rusly Moti. Foto: Dokumentasi pribadi

Rusli berpandangan, baik MLA maupun “MoU Perjanjian Ekstradisi”, merupakan strategi utama dalam penyelamatan darurat APBN.

Pemerintahan Joko Widodo dipastikan hanya punya satu fasilitas ventilasi untuk dapat bernapas, yaitu melalui mekanisme dan protokol MLA untuk mengejar, mengusut, mempidanakan dan menyita uang dan asset hasil kejahatan keuangan.

Bukankah sebelumnya Pemerintahan Joko Widodo pernah mencoba menarik uang 11 ribu triliun rupiah melalui mekanisma Tax Amnesty jilid satu, namun nyatanya tidak menuai hasil yang signifikan.

Kegagalan serupa dipastikan akan terulang kembali pada program tax amnesty jilid dua yang disusupkan ke dalam UU perpajakan yang baru. Pemutihan kejahatan keuangan model tax amnesty sudah pasti tidak diterima oleh protokol dan mekanisme international yang menghendaki pemidanaan terhadap segala bentuk kejahatan keuangan.

Oleh karena itu, Haris menyampaikan jalan keluar dalam menghadapi situasi darurat APBN.

Pertama, Presiden Jokowi hanya disediakan satu mekanisme, satu protokol, tidak tersedia alternatif yang lain. Selain harus menggunakan ventilasi untuk bisa bernapas yang dikehendaki oleh sistem dan protokol keuangan international, yaitu protokol dan mekanisme MLA, yaitu mengejar, mengusut, mempidanakan dan menyita seluruh uang dan asset hasil kejahatan keuangan, di masa lalu maupun saat ini.

Kedua, segera membuka secara transaparan ke publik mengenai keberadaan uang dan asset ilegal para pejabat dan pengusaha Indonesia yang disimpan dalam rekening rahasia di Singapura senilai Rp 4.000 triliun.

Selain uang dan aset kejahatan BLBI, di antaranya uang dan asset yang merupakan kekayaan yang tidak dilaporkan, uang dan aset hasil pendapatan ekspor yang tidak dilaporkan, uang dan aset hasil korupsi, uang dan aset hasil penggelapan pajak, dan segala bentuk kejahatan keuangan lainnya yang sekarang telah dikategorikan oleh protokol dan sistem keuangan international dan sistem hukum nasional sebagai harta kekayaan ilegal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan Indonesia akan menghadapi persoalan serius keuangan di tahun 2023.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News