Setop! 12 Perang Paling Mematikan Ini Tak Boleh Terjadi Lagi

Karena itu, daftar perang paling mematikan di bawah ini menyajikan sejumlah alasan kenapa twit Presiden Jokowi harus diikuti.
Perang Paling Mematikan dalam Sejarah
12. Perang Kongo Kedua
Perang Kongo Kedua (1998-2003) adalah salah satu perang paling mematikan dalam sejarah dan paling mematikan dalam sejarah Afrika modern. Perang ini berlangsung selama 5 tahun dan menyebabkan kematian sekitar 5,4 juta orang. Meskipun genosida menyebabkan sejumlah besar korban, penyakit dan kelaparan yang disebabkan oleh perang juga ikut bertanggung jawab.
11. Perang Napoleon
Perang Napoleon (1803-1815) mengadu Kekaisaran Prancis dan sekutunya melawan koalisi kekuatan Eropa. Perang Napoleon mengacu pada serangkaian konflik antara Kekaisaran Prancis dan koalisi yang melawannya: Perang Koalisi Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam dan Ketujuh dan koalisi terakhir. Selama periode ini, diperkirakan sekitar 3,5-6 juta orang terbunuh sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari perang.
10. Perang Tiga Puluh Tahun
Sesuai dengan namanya, Perang Tiga Puluh Tahun terjadi antara negara-negara Katolik dan Protestan di Eropa Tengah dari tahun 1618 hingga 1648. Konflik-konflik tersebut akhirnya menarik kekuatan-kekuatan besar Eropa, yang mengakibatkan salah satu konflik terpanjang, paling merusak, dan paling mematikan di Eropa. sejarah. Diperkirakan bahwa perang bertanggung jawab atas kematian 8 juta warga sipil dan personel militer.
Daftar perang paling mematikan di bawah ini menyajikan sejumlah alasan kenapa twit Presiden Jokowi harus diikuti.
- Eks KSAL Ini Anggap Gibran bin Jokowi Tak Memenuhi Kriteria Jadi Wapres RI
- Roy Suryo Ungkap Ironi Laporan Jokowi, Dilayangkan Saat Hari Keterbukaan Informasi
- Gus Din Apresiasi Jokowi Membuat Laporan ke Polisi Soal Ijazah Palsu
- 5 Berita Terpopuler: Ada Uang Setoran Masuk, Banyak NIP CPNS & PPPK Terbit, Memalukan dan Tidak Elegan
- Polisi Didesak Proses Laporan Jokowi soal Kasus Ijazah Palsu
- Jokowi Lapor Polisi, Roy Suryo: Peneliti Seharusnya Diapresiasi, Bukan Dikriminalisasi