Si Pasien Tidak Kembali Lagi, Dikira Sudah Meninggal, Ternyata…

Si Pasien Tidak Kembali Lagi, Dikira Sudah Meninggal, Ternyata…
Sumartini Dewi (empat dari kiri) didampingi promotor dan penguji desertasi di gedung IMERI FK Universitas Indonesia (UI) Rabu lalu (12/7). Foto: Humas FK UI for Jawa Pos

”Ekstrak ciplukan saya berikan sehari tiga kali dengan dosis 250 mg. Lama konsumsi 12 minggu,” katanya.

Obat kimia metotreksat pun tetap diberikan. Ekstrak ciplukan tersebut merupakan pendamping obat kimia.

”Hasilnya memperkuat metotreksat dan efek sampingnya sangat minim. Biasanya, kalau minum metotreksat, ada efek samping. Tapi, dengan minum ekstrak ciplukan, efek sampingnya tidak ada,” ucapnya.

Sejak penelitian tersebut, sekitar 20 pasien sudah terlihat membaik. Bahkan, mereka yang belum parah cenderung seperti orang sehat.

Untung, Sumartini mendapat dukungan dari sejawatnya. Apalagi, tumbuhan tersebut khas Indonesia. ”Ko-promotor saya, Prof dr Nyoman Kertia SpPD-KR, juga melakukan penelitian di UGM,” ucapnya.

Dia pun mendapatkan info bahwa ada pasien yang sudah berobat hingga Amerika tapi akhirnya menggunakan ekstrak ciplukan. Sebelum menggunakan ekstrak tersebut, kulit pasien masih kaku.

Dia juga sering merasakan sesak karena scleroderma sudah menyerang paru-parunya. Untuk berobat hingga Amerika itu, tentu ongkosnya tidak kecil. Tapi, hasilnya nihil.

Kini Sumartini sedang berfokus mengurus hak kekayaan intelektual (HKI) dari penelitiannya itu. Penelitian pun terus dikembangkan. Dia ingin mengembangkan pengobatan tersebut hingga seluruh Indonesia.

Physalis peruviana kerap dianggap sebagai tumbuhan liar, bahkan hama. Ternyata tumbuhan yang dikenal sebagai ciplukan itu punya banyak manfaat. Sumartini

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News