Sidang Kasus Laskar FPI, Berdebat Seru soal Prosedur Tertangkap Tangan

Sidang Kasus Laskar FPI, Berdebat Seru soal Prosedur Tertangkap Tangan
Pengacara keluarga M Suci Khadavi Putra saat menanyakan kepada saksi ahli Termohon di sidang lanjutan gugatan praperadilan sah tidaknya penangkapan Laskar FPI itu, di PN Jakarta Selatan, Kamis (4/2). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (4/2), menggelar sidang gugatan praperadilan terkait sah tidaknya penangkapan terhadap keluarga almarhum M Suci Khadavi Putra, Laskar FPI.

Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari Termohon itu dipimpin hakim tunggal Ahmad Sahyuti.

Dalam persidangan, salah satu saksi ahli Termohon, Andre Joshua, menjelaskan soal pengertian tertangkap tangan.

Pada intinya, Andre memaparkan bahwa  tertangkap tangan ialah suatu peristiwa di mana barang bukti melekat pada yang diduga sebagai pelaku pidana tersebut.

Menurutnya, siapa pun boleh melakukan penangkapan setelah itu menyerahkan ke penyidik dalam waktu segera.

Terkait tertangkap tangan diatur dalam Pasal 18 ayat 2 KUHAP. Di mana dijelaskan bahwa penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti ke penyidik atau penyidik pembantu terdekat.

Merespons itu, pengacara keluarga Khadavi, Rudy Marjono mengatakan, persoalan itu sudah jelas tetapi tidak diatur secara jelas di dalam KUHAP.

"Persoalan tertangkap tangan memang tak diatur secara luas di dalam KUHAP cuman di situ ada pasal yang mengatur bahwa seseorang ketika tertangkap tangan harus segera diserahkan kepada penyidik terdekat dalam artian di sini bisa Polsek atau Polres," ungkap Rudy usai sidang, Kamis.

Sidang gugatan praperadilan terkait sah tidaknya penangkapan terhadap M Suci Khadavi Putra, Laskar FPI, diwarnai perdebatan soal prosedur tertangkap tangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News