Simak Alasan Mengapa UU Terorisme Belum Perlu Direvisi

Simak Alasan Mengapa UU Terorisme Belum Perlu Direvisi
Aboebakar Alhabsy. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Alhabsy menilai rencana revisi Undang-undang Terorisme belum terlihat urgensinya. 

Salah satunya, ia mencontohkan, usulan memberikan kewenangan kepada Badan Intelijen Negara melakukan penangkapan. Menurut dia, ini merupakan usulan yang tak tepat. Di negara manapun, kata Aboe, fungsi lembaga intelijen adalah pengumpulan informasi dan melakukan analisis situasi. "Bukan fungsi penindakan," tegasnya, Sabtu (23/1).

Demikian juga dengan usulan memperluas kewenangan kepolisian dengan memperpanjang masa penahanan dari satu menjadi dua minggu juga belum diperlukan. Hal ini mengingat banyaknya pihak yang melaporkan bahwa mereka merupakan korban salah tangkap dari Densus 88 Antiteros Mabes Polri.

Aboe berpandangan, rentang waktu satu pekan untuk menggali informasi dan memverifikasi informasi dari terduga teroris sudah lebih dari cukup. "Coba bandingkan dengan Bom Sarinah, hanya perlu waktu beberapa jam saja pihak kepolisian sudah bisa menyimpulkan bahwa teror tersebut dilakukan oleh jaringan ISIS," ujarnya.

Kemudian tak sampai setengah hari dapat disimpulkan bahwa yang melakukan pengeboman adalah jaringan Bahrun Naim. Meskipun semua teroris mati tertembak, namun aparat dengan cepat dapat mengurai dan menyimpulkan pelaku teror.

"Oleh karenanya waktu 7 x 24 jam yang selama ini diberikan oleh UU Anti Terorisme sudah lebih dari cukup untuk memverifikasi informasi dari terduga teroris yang ditangkap," paparnya.

Selama ini, kata Aboe, Komisi III banyak menerima masukan dan komplain mengenai pola pemenuhan protap yang dilakukan oleh Densus dalam penangkapan terduga teroris. "Saya kira ini adalah isu yang seharusnya menjadi fokus lebih utama, bagaimana memperbaiki kinerja dengan aturan main yang sudah ada," ungkapnya.

Selain persoalan salah tangkap dan perlindungan HAM untuk masyarakat, banyak hal yang menjadi pertanyaan masyarakat dan seharusnya menjadi evaluasi dalam persoalan kontra terorisme di Indonesia. Misalkan saja, kenapa sebelum lahir Densus 88, penangan perkara terorisme bisa diurai sampai akar, sedangkan setelahnya pada terduga teroris selalu mati di lokasi.

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Alhabsy menilai rencana revisi Undang-undang Terorisme belum terlihat urgensinya. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News