SIMAK! Waspadai Jalur Macet Mudik Lebaran Ini

SIMAK! Waspadai Jalur Macet Mudik Lebaran Ini
Macet. Foto: dok.JPNN

SURABAYA – Jelang Ramadan, dinas perhubungan dan lalu lintas angkutan jalan (dishub LLAJ) di Surabaya telah mempersiapkan peta mudik. Mereka bahkan mulai memetakan daerah-daerah yang rawan kemacetan. Masyarakat diimbau untuk mewaspadainya dan mempertimbangkan jalur alternatif.

Kepadatan arus lalu lintas terjadi di sejumlah jalur di sisi utara, selatan, barat, dan timur Jatim. Jalur utama Surabaya-Ngawi, misalnya. Titik kemacetan terjadi sejak di Medaeng hingga bypass Mojokerto. Kemudian, mendekati tol Kenanten, kemacetan kembali terjadi.

''Selain memilih jalur tol, masyarakat bisa melalui jalur alternatif Kertosono-Jombang,'' ujar Kabid Angkutan Jalan Dishub LLAJ Provinsi Jatim Sumarsono kemarin (1/6).

Jalur Nganjuk-Saradan juga perlu diwaspadai. Empat lintasan kereta api (KA) di daerah itu menjadi faktor yang memengaruhi kemacetan. Yaitu, lintasan KA Bagor, Wilangan, Waduk Bening, dan Kali Gunting. Setiap hari, sekitar 70 kereta api melewati lintasan itu. Frekuensi lewatnya, 15-25 menit.

Meski demikian, Sumarsono menyatakan, ada peningkatan waktu tempuh dari tahun ke tahun. Pada 2014 waktu tempuh Surabaya-Ngawi mencapai 10-12 jam. Pada 2015 ada kenaikan menjadi waktu tempuh 8-9 jam. Tahun ini dishub LLAJ berharap waktu tempuh bisa lebih cepat.

Kemudian, masyarakat yang melewati jalur utara patut mewaspadai kawasan Duduksampeyan, Gresik. Selain jalan menyempit, terdapat persimpangan empat jalur. Selanjutnya, di Lamongan-Tuban-Bulu terdapat dua lintasan KA dan pasar tumpah.

Begitu pula masyarakat yang akan mudik ke Madura. Kemacetan biasa terjadi sejak pintu masuk Jembatan Suramadu. Apalagi, tarif gratis masuk jembatan hanya berlaku untuk sepeda motor. Antrean membayar tiket masuk jembatan mengakibatkan kemacetan. ''Gate hanya 3, sedangkan waktu membayar 2-3 menit. Itu antrean di belakangnya sudah panjang,'' terangnya.

Di Madura, kepadatan diprediksi terjadi di Blegah, Tanah Merah, hingga Sampang. Menurut Sumarsono, salah satu penyebabnya, budaya masyarakat Madura yang biasa pulang H-1 Lebaran secara bersama-sama. Umumnya, mereka pulang setelah bekerja dengan harapan bisa ikut malam takbir di kampung halaman. ''Kami imbau supaya mereka pulangnya bergantian, diatur waktunya dan jangan berbarengan,'' pintanya. (ant/c20/oni/flo/jpnn)
 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News