Simplifikasi Tarif CHT Dikabarkan Meningkat, Pelaku Industri Tembakau Resah

Simplifikasi Tarif CHT Dikabarkan Meningkat, Pelaku Industri Tembakau Resah
Petani di Temanggung, Jawa Tengah, menjemur tembakau rajangan. ANTARA/Heru Suyitno

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar dibuat resah dengan kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang akan melanjutkan kebijakan simplifikasi hingga menjadi 5 layer.

Salah satu aspek yang ditekankan, yaitu golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) serta Sigaret Putih Mesin (SPM); penyatuan Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 1A dan 1 B; dan penurunan batas kuota dari 3 juta batang ke 2 juta batang.

Terkait wacana tersebut, Gapero menolak rencana pemerintah dari adanya simplifikasi tersebut.

Sebab, kebijakan itu akan mencekik para pelaku industri tembakau kecil dalam melanjutkan usahanya.

"Dampaknya akan terjadi banyaknya perusahaan rokok yang kelimpungan. Sekarang beda dari tarif cukai antara golongan 1A dengan 1B itu cukup signifikan. Artinya, di situ kalau digabung jadi satu yang golongan 1B akan naik tarifnya menuju golongan 1A. Apalagi kalau golongan 1A dinaikkan berarti kan naiknya dua kali," kata Sulami.

Menurut Sulami, akibat dari adanya penerapan PMK Nomor 192 Tahun 2021, masih sangat berat dirasakan oleh pelaku industri tembakau menengah ke bawah.

Karena regulasi itu membuat produksi rokok menurun.

"(PMK Nomor 192 Tahun 2021) itu kenaikan tarif cukai 12 persen. Nah, dampaknya untuk industri mengalami penurunan produksi karena harganya luar biasa. Petani otomatis penyerapannya berkurang. Akibatnya, pendapatan berkurang. Jadi kalau sudah kayak begitu pendapatan negara juga berkurang. Ujung-ujungnya, nanti rokok ilegal yang semakin marak, pasti larinya ke sana," sebutnya.

Bila pemerintah peduli terhadap keberlangsungan industri tembakau, seharusnya fokus terhadap pemberantasan rokok ilegal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News