SK Jaksa Agung Pecat Kajati Maluku Panen Kecaman

SK Jaksa Agung Pecat Kajati Maluku Panen Kecaman
Masinton Pasaribu. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Langkah Jaksa Agung HM Prasetyo mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penjatuhan sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan struktural terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Chuck Suryosumpeno, menuai sorotan. Chuck sendiri sudah memprotes dan menggugat Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung  tertanggal 18 November 2015 itu.

SK itu menyebut sejumlah tuduhan dalam kapasitas Chuck sebagai Ketua Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi. Chuck mengajukan gugatan ke PTUN sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan tersebut, lantaran hak banding dan jawab terhadap putusan sanksi itu tidak diberikan.

Anggota Komisi Kejaksaan  Indro Sugianto mengatakan, seharusnya Chuck diberikan kesempatan menyatakan hak banding.

"Terperiksa itu mempunyai hak selama 14 hari setelah surat itu diterima untuk menyatakan hak banding.  Jadi pergantian pejabat yang ditinggalkan harus menunggu hak Chuck terpenuhi dulu," kata Indro di Jakarta, Rabu (9/12), seperti diberitakan RMOL (JPG).

Menurut Indro, jika Jaksa Agung HM Prasetyo melakukan pelantikan atau pergantian pejabat tersebut tetap dilaksanakan, dirinya menduga ada sesuatu di balik pemeriksaan Chuck selama ini.

"Jika kedepan putusan pemeriksaan ini dipermasalahkan oleh terperiksa dan terbukti ada kekeliruan, maka yang harus bertanggungjawab pertama kali yakni Jamwas dan Ketua Tim Pemeriksa. Selain itu juga Jaksa Agung juga harus ikut serta,"  cetusnya.

Indro juga mendukung Chuck untuk mengajukan keberatan dan melaporkan bukti kuat adanya kekeliruan dalam pemeriksaan dirinya. "Laporkan ke Komisi Kejaksaan, kami siap mengusut untuk membongkar dugaan adanya permainan disini. KKRI siap membantu. Disamping itu, Chuck juga bisa mengajukan PTUN gugatan terhadap Jaksa Agung jika kurang puas," imbuhnya.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai jika Chuck sudah mengajukan gugatan ke PTUN, maka secara otomatis SK penunjukkan penggantinya, merupakan bagian dari objek sengketa yang diajukan, harus ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara berjalan.

"Itu semua sudah diatur dalam Pasal 67 ayat (4) UU PTUN.  Dengan kata lain, hukuman sanksi serta keputusan mutasi yang diberikan kepada Chuck untuk sementara tidak bisa diberlakukan sampai memperoleh kekuatan hukum tetap," terang Margarito.

Menurut Margarito, pemeriksaan yang sudah dilakukan pengawasan sepertinya memiliki kepentingan politis. "Saya tahu siapa Chuck, dia memiliki segudang prestasi di kejaksaan. Sayangnya dia ini tidak disukai rekan sejawat karena memiliki prestasi dan memiliki visi misi mengabdi untuk negara. Jadi pemeriksaan tersebut sepertinya pesanan,” cetusnya. Dirinya pun mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo menaati kode etiknya sebagai jaksa dan menjunjung tinggi prinsip profesionalisme.


"Jika memaksakan memeriksa seseorang yang tidak bersalah, maka saya rasa Presiden Jokowi telah salah memilih HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Dia tidak paham kode etik sebagai jaksa. Dimana harus menjunjung tinggi prinsip profesionalisme serta tidak mencampur adukan wewenangnya dengan kepentingan pribadi atau golongan,” tandasnya.

Senada dengan Margarito, anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu menyayangkan sikap penegak hukum yang kerap menabrak aturan yang berlaku. "Belum lepas ingatan saya ketika Jaksa Agung menabrak PERJA dengan KEPJA soal Pusat Pemulihan Aset. Sekarang kembali membuat gaduh. Jangan karena ada konflik kepentingan internal, semua aturan ditabrak, kata Masinton.

"Pemeriksaan terhadap Chuck sangat tendesius. Ini patut dicurigai," sahutnya. Dirinya kemudian mengapresiasi langkah Chuck yang berani mem-PTUN-kan Jaksa Agung.

"Seorang jaksa yang berani menggugat pimpinannya, terlebih Jaksa Agung, patut diapresiasi dan ini sejarah baru. Pastinya jaksa tersebut telah memiliki bukti kuat. Saya tahu betul kinerja dan prestasi Chuck selama ini,” pungkasnya. (arp/RMOL/sam/jpnn)


JAKARTA – Langkah Jaksa Agung HM Prasetyo mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penjatuhan sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan struktural


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News