Skema KPBU Pembangunan Bandara & Urgensi RUU Manajemen Wilayah Udara

Oleh Yaries Mahardika Putro*

Skema KPBU Pembangunan Bandara & Urgensi RUU Manajemen Wilayah Udara
Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya Yaries Mahardika Putro. Foto: Dokumentasi pribadi

Namun, penghargaan yang diterima oleh Bandara Banyuwangi dan banyaknya destinasi wisata di daerah tersebut belum mampu meningkatkan jumlah lalu lintas transportasi udara di bandara paling timur Pulau Jawa itu.

Hingga hari ini hanya dua maskapai saja yang membuka rute ke Bandara Banyuwangi. Rata-rata tiap harinya hanya melayani satu penerbangan saja.

Guna mengantisipasi banyaknya kerugian yang ditanggung oleh negara dalam membangun dan mengembangkan bandara di Indonesia, maka skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) bisa menjadi solusi. Skema itu bisa mengurangi beban pendanaan dan pembiayaan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Aturan untuk itu pun sudah ada, yakni Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU. Perpres itu memungkinkan kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta dalam sektor infrastruktur, termasuk konstruksi dan operasional bandara.

Sektor swasta diperbolehkan untuk menghasilkan pendapatan, baik yang bersifat non-aeronautika seperti restoran dan toko-toko, maupun yang bersifat aeronautika.

Terdapat tiga contoh pembangunan bandara melalui skema KPBU di Indonesia, yakni Bandara Komodo di Labuan Bajo, Bandara Singkawang di Kalimantan Barat, dan Bandara Dhoho di Kediri.

Bandara Komodo merupakan bandara pertama yang dibangun melalui KPBU joint venture antara Cardig Aero Services dan Changi Airports International . Nilai investasinya mencapai Rp 1,2 triliun.

Operator Bandara Komodo diberi konsesi selama 25 tahun untuk menetapkan biaya layanan aeronautika dan non-aeronautika.

Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU tidak hanya sebagai solusi pendanaan pembangunan bandara, tetapi juga memungkinkan keterlibat swasta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News