Smackdown dan Polisi Indonesia

Smackdown dan Polisi Indonesia
Ilustrasi polisi Indonesia. Foto: Ricardo/JPNN

Hukuman ganda yang dijatuhkan terhadap Junior dianggap berlebihan. Ibarat smackdown, Junior sudah dibanting dan kemudian dipukuli, dan masih di-bully lagi.

Hukuman terhadap Junior membuat kasus yang diperjuangkannya hilang dari perhatian publik. Junior mempermasalahkan ketidakadilan yang dialami seorang petani, karena tanahnya diambil oleh perusahaan real estate sebelum kompensasi dibereskan.

Seorang anggota TNI yang bertugas sebagai babinsa (bintara pembina desa) berusaha membantu petani itu, tetapi malah dipanggil ke kantor polisi. Babinsa itu juga dikabarkan didatangi anggota brimob polisi.

Perlakuan ini dianggap tidak adil. Perlakuan terhadap petani itu sama saja dengan bantingan smackdown yang bisa membuat sang petani KO. Bantingan smackdown ini adalah bantingan simbolik yang menunjukkan skala kekerasan yang jauh lebih besar dibanding bantingan terhadap mahasiswa di Tangerang.

Ketika sebuah institusi mempunyai power yang besar, maka ia cenderung menyalahgunakan kewenangan itu, dengan memamerkan berbagai macam kekerasan smackdown yang riil maupun yang simbolik.

Smackdown terhadap mahasiswa di Tangerang menjadi sorotan media internasional. Sorotan ini bisa membuat rapor demokrasi Indonesia makin merosot. Lembaga internasional Freedom House menempatkan demokrasi Indonesia dalam kategori 'partly free', alias bebas sebagian.

Nilai demokrasi Indonesia merosot dari 65 pada 2013 menjadi 59 pada 2017. Salah satu faktornya adalah merosotnya civil liberty (kebebasan sipil) dalam beberapa tahun terakhir.

Masyarakat makin takut mengekspresikan pendapatnya karena makin takut terhadap penangkapan oleh aparat.

Smackdown polisi Indonesia terhadap demonstran mahasiswa menjadi sorotan media internasional.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News