Soal Kebahagiaan, Jatim Nomor 11: Renungan di Hari Kemerdekaan

Soal Kebahagiaan, Jatim Nomor 11: Renungan di Hari Kemerdekaan
Selain menjadi jujukan warga untuk refreshing, Taman Bungkul menjadi tempat olahraga pagi. Foto: Yuyung Abdi/Jawa Pos

Perjalanan sejarah kota selalu ditandai oleh guratan mahakarya dari para empu, para pemikir, ahli pertanahan, arsitek, dan para seniman genius di zamannya.

Guratan sejarah itulah yang menjadi identitas abadi setiap kota. Menghapus sejarah, wajah, dan identitas kota adalah kegiatan yang sungguh tidak beradab.

Seorang filsuf abad ke 3–4, Saint Augustine, menulis, ”Every city is living body.” Setiap kota memiliki ”roh”.

Di sanalah letak nilai dan kekayaan peradaban dari sebuah kota. Semegah apa pun, kota tanpa guratan sejarah peradaban hanya merupakan kumpulan bangunan artifisial tanpa roh.

Membangun adalah kegiatan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Ukuran apa yang dipakai menilai keberhasilan pembangunan sebuah kota? Economic Intelligence Unit (EIU) membuat list kota ternyaman di dunia.

Untuk 2017, Melbourne is the most livable place on the planet. Kriterianya jelas, yakni tingkat keamanan, kemudahan transportasi umum, kualitas pendidikan, keindahan kota, akses sarana kesehatan, dan rata-rata usia harapan hidup penduduk Melbourne (baca: bukan hanya untuk segelintir golongan).

Nah, bagaimana kota kita Surabaya? Surabaya belum termasuk dalam list 100 hunian terbaik dunia. Kita bersyukur, Surabaya bukan termasuk hunian terburuk di dunia.

Namun, seiring berjalannya waktu, posisi itu akan terus berubah. Kelak peringkat Kota Surabaya menjadi yang terbaik atau terburuk?

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia, Selasa (15/8). Jawa Timur merupakan provinsi yang kebahagiaannya nomor 11 terbawah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News