Soal Penataan Buffer Zone, Pertamina tak Bisa Bergerak Sendirian
“Praktik serupa pernah dilakukan, misal untuk relokasi eks warga sodetan Sungai Ciliwung. Jadi ini alternatif yang bisa dikerjakan,” jelasnya.
Tidak hanya dengan K/L serta Pemda. Menurut Toto, dukungan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diperlukan. Terutama, dari sisi pengawasan.
"Aspek pengawasan ke depan tentu bisa menggandeng aparat penegak hukum seperti Kejagung dan KPK," sebut Toto.
Mengenai perlunya dukungan, sebelumnya juga disampaikan Pertamina. Menurut BUMN tersebut, dalam penataan buffer zone, Pertamina membutuhkan dukungan sejumlah instansi.
Di antaranya, Kemen BUMN, Kementeria ESDM, Kementerian ATR/BPN, TNI/Polri, Jaksa Agung, KPK, dan Pemprov DKI.
Dukungan Kemen BUMN, misalnya, dibutuhkan terkait persetujuan dalam membangun buffer zone. Sedangkan dengan Kementerian ATR/BPN, guna memastikan status lahan dan lokasi yang akan dijadikan area penyangga sebagai ruang terbuka.
Begitu pula dengan TNI/Polri, dukungan dibutuhkan, dalam rangka cipta kondisi proses pengosongan lahan.
Sedangkan Kejagung/KPK untuk pendampingan dalam memberikan santunan/kerohiman kepada warga terdampak.
Pertamina perlu dukungan dan harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda setempat.
- Menteri PPPA Apresiasi Pertamina Bina Program Pemberdayaan Perempuan & Anak di Sulsel
- Ini Daftar Pemda dan Badan Usaha yang Raih Paritrana Award 2023 Tingkat Provinsi Sumsel
- Libur Idulfitri, Pertamina Pastikan Seluruh Subholding & Anak Usaha Siap Layani Energi
- Program Konservasi Gajah PHR Sabet Penghargaan Green World Environment Awards 2024
- Bea Cukai dan Pemda Akan Bahas Rencana Pemberantasan BKC Ilegal
- Pertamina dan Bakrie Group Sepakat Kembangkan Infrastruktur Riset Berkelanjutan di IKN