Soal Sepele dengan Pertaruhan Jabatan

Pilih Merokok atau Tinggalkan Jabatan

Soal Sepele dengan Pertaruhan Jabatan
Soal Sepele dengan Pertaruhan Jabatan
 

Waktu saya Kabag Operasi di Control Center Gandul tahun 2000, saya berlakukan larangan merokok di Gedung Operasi Gandul. Alasannya: "Bahaya Kebakaran" (habis gimana, pangkat cuma kepala bagian, di atas masih ada kepala dinas dan kepala divisi di gedung yang sama, jadi musti cari alasan yang kuat).

 

Alasan yang sebenarnya adalah saya tidak mau jadi perokok pasif seperti buliknya Pak Murtaqi. Sebab, di Gandul, asap rokok beredar melalui saluran AC sentral. Larangan ini mendapat dukungan luas, sampai kepala divisi pun (Pak Gultom) yang berkantor di gedung itu nggak berani melanggar (Pak Gultom alumnus Inggris, jadi paham benar soal sopan santun merokok). Mereka yang melanggar, saya cabut rokoknya dari mulutnya, nggak peduli atasan atau bawahan (saya dulu dijuluki "Madura" karena galak banget soal rokok ini).

 

Tahun 2005, GM P3B JB (Muljo Adji) mengeluarkan larangan merokok di semua gedung P3B JB dan masih berlaku sampai sekarang. Kalau Dirut mengeluarkan larangan merokok itu, dukungan akan datang dari 99,999% pegawai PLN. Karena sesungguhnya yang merokok ini sedikit sekali, tapi mereka mendominasi, seolah-olah itu kebebasan mereka. Next turn, larangan merokok harus masuk surat pernyataan ketika rekruitmen dan perjanjian kerja bersama. Setuju dengan Pak Nasri, nggak usah dibuatkan tempat merokok. Pokoknya DILARANG. Titik. (Nur Pamudji)

 

***

INILAH CEO"s note edisi ke-9 yang untuk menuliskannya tidak perlu mikir. Ini gara-gara e-mail curhat seorang karyawan yang dikirim ke beberapa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News