Soekarno-Hatta Mengajarkan Anak Muda Indonesia Tak Minder dalam Pergaulan Internasional

Soekarno-Hatta Mengajarkan Anak Muda Indonesia Tak Minder dalam Pergaulan Internasional
Acara bedah buku “Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta” di Universitas Terbuka Convention Center, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu (21/12). Foto: DPP PDIP

“Jadi, penting universitas, pentingnya pendidikan. Pengetahuan menjadi cara dan modal untuk meraih kemajuan. Kedua aspirasi kebudayaan. Semua punya ekspresi yang sama. Kemudian kebijakan berbasiskan pengetahuan. Kebijakannya teknokratik, yang berdasarkan riset dan berbasis pengetahuan,” kata Bonnie.

Bonnie juga menyatakan Bung Karno sebagai pemersatu dan tidak membentur-benturkan. Salah satu contohnya adalah dalam pidato 17 Agustus 1964. Dia memberi pesan kepada masyarakat Tionghoa, yang dulu terbelah menjadi dua.

Pertama yang mendukung asimilasi total, misalnya kalau mau jadi Indonesia harus ganti nama dan lainnya. Yang kedua adalah tidak asimilasi total atau integrasi wajar yakni menjadi Indonesia tanpa menghilangkan ciri-ciri sebagai Tionghoa.

“Bung Karno bilang, asimilasi total dan integrasi sama baiknya. Karena yang penting adalah bersatu membebaskan Indonesia dari rasialisme yang merupakan warisan dari kolonialisme itu,” kata Bonnie.

Dari berbagai temuan risetnya, Bonny melihat Bung Karno mengutamakan harmoni. Walaupun 1965 bisa bertahan mempertahankan kekuasaannya, Bung Karno memilih mengalah demi keutuhan bangsa Indonesia.

Sementara itu, doktor ilmu geopolitik Hasto Kristiyanto menyinggung soal Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan muara pemikiran Soekarno-Hatta. Bahwa bumi tanah air dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk rakyat.

Sebelum membacakan Teks Proklamasi, kata Hasto, Bung Karno berpidato singkat yang ujung-ujungnya adalah kini tiba saatnya sebagai bangsa untuk berani meletakkan nasib bangsa dan tanah air.

“Itu sebelum kita merdeka. Kalau sekarang dikit-dikit kita welcome pada kepentingan asing, kita berarti memutarbalikkan mental penjajahan kembali eksis. Ketika elite lebih percaya pada asing dibanding bangsa sendiri, termasuk percaya pada para peneliti kita, artinya pejabat tersebut melarutkan diri dalam kepentingan-kepentingan dan menjadi aktor dari asing tersebut," kata Hasto.

Anak muda juga harus belajar dari Soekarno-Hatta bagaimana Indonesia bisa setara di hadapan bangsa asing.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News