Soesilo Toer, Doktor Pemulung Sampah, Dulu Kaya Raya (4)

Soesilo Toer, Doktor Pemulung Sampah, Dulu Kaya Raya (4)
Soesilo Toer, adik Pramoedya Ananta Toer. Foto: NOOR SYAFAATUL UDHMA/RADAR KUDUS

”Sudah lebih dari cukup untuk hidup. Padahal untuk hidup sehari, dia hanya cukup mengeluarkan uang 1 rubel. Duit saya lebih-lebih,” katanya.

Soes tak memungkiri di Rusia itu kaya-raya. Hidup bermewah-mewah. Sampai-sampai, setiap minggu dia makan di restoran pancake. Berpindah-pindah dari Bucharest hingga Budapest. Tergantung selera. Saat lulus doktor dia bikin pesta dengan mengundang 200 teman.

Yang dia heran, Benedict Anderson, salah satu tokoh yang mengemukakan konsep nasionalisme, menganggapnya melarat. Kadang-kadang dia menyelipkan uang ketika mengirim data dari Indonesia ke Rusia. Benedict Anderson itulah yang membantu menyelesaikan disertasi. Dia yang mengirim data-data dari Indonesia.

”Karena jasanya, saya memberi nama anak saya Benee. Namun saya tambahi Santoso di belakang namanya. Biar ada Jawanya juga,” tuturnya.

Banyak orang tidak percaya kalau dia kenal baik dengan Benedict Anderson. Dikira mengaku-aku. Padahal betul-betul kenal baik. ”Benedict kan temannya Pram. Nah, waktu itu Pram bilang kalau saya kuliah di Rusia dan minta bantuan. Maka saya tidak akan lupa jasa-jasanya,” paparnya.

Selain menulis, dia juga pernah bekarja di Siberia. Menjadi tenaga brigadir. Tugasnya memperbaiki rel kereta yang diterjang rob sepanjang enam kilometer. Kalau ada kereta datang membawa pasir, dia harus bangun. Jam berapa pun. Kadang-kadang kerja sampai 20 jam.

Yang menyenangkan, dalam dua bulan itu dia mendapatkan gaji Rp 800 rubel. Saking banyaknya dia pakai jalan-jalan berfoya-foya. Tak tanggung-tanggung langsung ke Kutub Utara. ”Mumpung ada dananya dan ada waktunya,” katanya bersemangat.

Baginya pengalaman saat itu begitu menyenangkan. Sebab naik bus menuju Kutub Utara membawa cewek-cewek Siberia yang terkenal cantik-cantik. Satu cowok berpasangan dengan satu cewek.

Soesilo Toer, adik Pramodya Toer, merupakan doktor ekonomi politik yang kini menjadi pemulung sampah, dulu kaya raya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News