Subkontraktor

Oleh: Dahlan Iskan

Subkontraktor
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

PT Hutama Karya yang mendapat penugasan membangun jalan tol di Sumatera sudah melakukan bangun-jual itu. Tetapi untuk anggota grup Karya yang lain masih banyak hambatan.

Baca Juga:

Salah satunya: sulit cari pembeli. Harga yang ditawarkan terlalu mahal.

Dulu saya memang berharap agar jalan-jalan tol itu bisa segera dibeli oleh SWF. Waktu itu pemerintah memberikan angin yang sangat sorgawi: begitu banyak negara yang berkomitmen untuk menaruh uang di SWF Indonesia.

Sampai akhir tahun 2022, Lembaga Pengelola Investasi yang lebih dikenal dengan istilah SWF, atau di Indonesia disebut INA ( Indonesia Investment Authority) baru punya aset Rp 100 triliun.

Itu pun masih banyak yang ditanam dalam bentuk deposito dan di lembaga keuangan. Belum berani lebih banyak untuk membeli infrastruktur seperti jalan tol. Sudah ada. Lewat Hutama Karya. Tetapi belum banyak ke Karya yang lain.

Itu karena INA juga harus mengejar laba. Tahun lalu labanya mencapai Rp 2,62 triliun.

Investasi di ekuitas lembaga keuangan mencapai Rp 64,21 triliun. Dalam bentuk deposito Rp 10 triliun. Itu saja sudah Rp 74 triliun.

Tentu bukan tujuan INA untuk berbisnis keuangan. Maka Karya perlu lebih gigih meyakinkan INA untuk membeli jalan-jalan tol yang sudah jadi. Para Subkontraktor pun punya harapan untuk dibayar.

Rasanya rakyat sudah tidak sabar dengan kemacetan. Subkontraktor juga tidak kuat lagi kalau tidak dibayar. Sudah terlalu lama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News