Sugali

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sugali
Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sejarah selalu berputar dan berulang. Sekarang ini keresahan terhadap gali dan preman merebak lagi. Jambret dan penodongan merajalela sampai masuk ke kampung-kampung. Pemalakan terjadi di jalan, di terminal, dan di pelabuhan.

Presiden Jokowi pun gerah. Ia memerintahkan Kapolri untuk melakukan operasi pembersihan preman. Operasi perburuan preman pun berlangsung di mana-mana.

Namun, operasi yang dilakukan terkesan hanya sporadis, dan tidak benar-benar dilakukan dengan strategi yang terukur.

Kelompok preman masih tetap tumbuh subur dan tetap beroperasi dengan aman. Malah banyak kelompok preman yang berlindung di balik organisasi kemasyarakatan, dan menjalankan aksi kriminal secara terorganisasi. Belakangan ini makin sering terjadi tawuran terbuka antara kelompok preman yang berebut lahan pengamanan.

Jokowi makin gerah. Ia marah karena menengarai banyak pimpinan polisi yang malah sering sowan kepada pimpinan organisasi yang suka bikin onar. Praktik ini bukan hal baru. Di banyak daerah hal ini sudah menjadi praktik yang umum.

Merebaknya premanisme tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab negara. Premanisme lahir antara lain karena faktor kemiskinan. Kondisi ekonomi yang sulit dan lahan pekerjaan yang makin sempit menjadi lahan subur lahirnya premanisme.

Kebijakan ekonomi yang fokus pada develompentalisme--dengan mengutamakan pembangunan fisik berupa infrastruktur--berpotensi menimbulkan kelas miskin yang terstruktur.

Mereka adalah kalangan bawah yang tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan dan kemudian mengalami kesulitan memeroleh pekerjaan. Hal ini terjadi secara turun-temurun dan terstruktur menjadi kemiskinan struktural.

Kisah Sugali adalah perburuan terhadap preman dan bramacorah pada era 1980 sampai 1984.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News