Suro
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Penyatuan kalender ini dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.
Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah.
Secara etimologis, dalam perspektif Islam-Jawa, kata Suro berasal dari kata “Asyura” dalam bahasa Arab yang berarti sepuluh.
Asyura merujuk pada tanggal 10 bulan Muharram, yang berkaitan dengan peristiwa wafatnya Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhammad di Karbala, wilayah Irak sekarang.
Dari era Sultan Agung ini kemudian peringatan tahun Hijriah dilaksanakan secara resmi oleh negara, dan diikuti seluruh masyarakat Jawa.
Berbagai ritual perayaan Muharram dan Asyura di Indonesia terus lestari sampai sekarang berkat jasa Sultan Agung.
Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa.
Beragam tradisi digelar untuk menyambut Suro seperti jamas pusaka, ruwatan, hingga tapa brata atau meditasi. Para abdi dalem keraton melakukan ritual dengan mengarak hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta kirab benda-benda pusaka.
Tradisi malam satu Suro berawal di era Sultan Agung. Ketika itu, masyarakat masih mengikuti sistem penanggalan warisan tradisi Hindu.
- Julukan Hujjatul Islam untuk Rocky Gerung
- Rocky Gerung, dari Ucapan Dungu ke Bajingan Tolol
- Survei Utting Research & Potensi Kejutan di Pilpres 2024
- Gardu Ganjar Meriahkan Tahun Baru Islam Bersama Ponpes Roudlatusalaam
- Jalan Pintas MbS Merevolusi Sepak Bola Arab Saudi
- Warga Palembang Antusias Antre Bubur Asyuro, Ada yang Sampai Bawa Rantang, Lihat