Surprise dari Banda Aceh

(Protes Lunak atas Keistimewaan)

Surprise dari Banda Aceh
Surprise dari Banda Aceh
Suara lain pun ada. “Orang-orang ingin bebas,” kata Azhari, seorang penggiat kebudayaan di Banda Aceh. Dia tidak menentang “syariat Islam.” “Tetapi tak bisa dipaksakan dari atas,” katanya. Maksudnya melalui regulasi pemerintah. Tetapi tumbuh dari bawah. Terbukti orang Aceh sudah lama melaksanakan berbagai ibadah agama.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa Aceh Naggroe Darusalam berstatus sebagai “Daerah Istimewa” khususnya di bidang syariat agama dan adat istiadat. Anugerah pemerintah pusat itu terbit seusai Darul Islam Tentara Islam Indonesia turun gunung puluhan tahun silam.

Bahkan semakin diperkuat dengan adanya otonomi khusus sejalan dengan perdamaian antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Semenjak itulah berbagai qanun diterbitkan. Di antaranya, kaum perempuan harus berjilbab dan tak boleh pasangan muda-mudi berdua-duaan. Namun pada malam tahun baru lalu, qanun itu diterabas sebagian orang.

Ada yang menilai “keistimewaan” itu menjadi beban bagi kaum muda di masa depan. Barangkali, peradaban yang konsisten adalah ketika dia datang dari individual yang lalu memasyarakat, tanpa “diharus-haruskan” oleh sebuah regulasi.

Saya terperanjat. Seorang kawan dari Banda Aceh ber-SMS pada Jumat malam, 31Desember 2010, persis setelah jarum jam menunjukkan pukul 00.00 WIB,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News