Tahu Hantu Khas Daerah sampai Pocong Hantu Nasional

Tahu Hantu Khas Daerah sampai Pocong Hantu Nasional
PAKAR DEMIT: Misbahul Bachtiar menunjukkan dua komik dan salah satu pekerjaannya. Foto: Rista Rahayu/Jawa Pos

Broky mengingat, awal mula Kiani berdiri berdasar gagasan meja makan. Saat itu Kiani lahir dari celetukan salah seorang kawan. Ternyata, Kiani berarti kerajaan.

Siang itu (23/7) Broky berada di kafe kecil miliknya. Tidak terlalu luas. Sekitar 3x10 meter. Namun, suasananya cukup nyaman. Bukan hanya kursi yang didesain apik, di sana juga terdapat perpustakaan mini. ”Siapa saja boleh pinjam dan baca di sini,” ujarnya.

Kala itu Broky memang tidak memiliki jadwal mengajar. Sekolah seninya tidak setiap hari diadakan. Hanya satu kali dalam sebulan. ”Akhir pekan di minggu keempat,” sebut Broky.

Sekolah terbukanya bisa dilakukan di mana saja. Bahkan, dia mengaku tidak jarang kafe itu dipakai untuk lokasi sekolah.

Dia beranjak menuju tempat duduk yang lebih luas. Yakni, di pojok paling depan dekat dengan perpustakaan. ’’Anak-anak biasanya di sini. Kursinya lebih banyak,” ujarnya.

Sekolah terbuka milik Broky didesain hanya untuk anak-anak di bawah sembilan tahun. Dia memang lebih memprioritaskan anak yang masih menginjak usia TK. Selain karena suka dengan anak-anak, Broky merasa bahwa anak kecil lebih mudah dipahamkan mengenai seni.

Baginya, seni tidak hanya bicara hasil. Melainkan juga olah rasa. ”Jiwa seni itu harus ditanamkan. Dengan begitu, rasa percaya diri mereka terbangun. Paling efektif ya anak-anak tadi,” jelasnya.

Jumlah siswa untuk sekolahnya tidak tentu. Bahkan, saat hanya ada seorang yang ingin belajar seni, dia tetap sigap. Hanya, aktivitas sekolah seninya paling sering berlangsung di Joglo Andanawarih Pangestu Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) di Banyu Urip, Surabaya.

SEBAGAI komikus, Misbachul Bachtiar punya segudang mimpi. Selain ingin kembali menelurkan karya baru, dia ingin menularkan ilmunya membuat komik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News