Tahun 2022: Kick Off Kebangkitan Alam untuk Indonesia Raya dan Dunia

Oleh: Komarudin Watubun, SH, MH, (anggota DPR RI 2019-2024)

Tahun 2022: Kick Off Kebangkitan Alam untuk Indonesia Raya dan Dunia
Komarudin Watubun. Foto: Ricardo/JPNN.com

Perkiraan kini ialah kenaikan level panas Bumi sekitar 2,7 derajat C; risikonya ialah bencana iklim atau ‘climate catastrophe’. Risiko ini lapat-lapat terbaca, sebab Tiongkok –pelepas 227 juta ton karbon (CO2) per tahun, tidak hadir pada COP26. Tiongkok juga sulit kendali emisi karbon hingga net-zero emisi karbon sesuai target COP26 tahun 2030. Begitu pula dua negara pelepas karbon terbesar dunia lainnya per tahun yakni AS dan India.

Kedua, strategi, program, dan kebijakan nyata atau konkret net-zero emisi karbon bakal mengubah peta ekonomi-politik dunia. Sebab transisi dari sistem energi berbasis fosil akan mengubah peta-ekonomi politik tiap negara dan dunia. Ini bakal terjadi sejak 2022 usai COP26 di Glasgow, Inggris. Kita lihat, sejak abad 18 M, sistem ekonomi-politik di Eropa dan AS telah terjalin-erat dengan sistem energi fosil (minyak, batu-bara, dan gas).

Revolusi industri abad 18 M di Eropa Barat dan kapitalisme fosil lahir dari eksploitasi bahan bakar fosil nyaris tanpa henti di seluruh dunia. Bahkan mata-rantai kolonialisme-imperialisme lahir dari kapitalisme fosil; Sebab, penumpukan modal mensyaratkan pasokan energi fosil dan akses tanpa-jedah ke sumber energi fosil. (Altvater & Mahnkopft, 1997)

Hingga awal abad 21, ekonomi-politik dunia dikendalikan oleh elit-elit kapitalisme fosil. (Macpherson, 2006; Therborn,1997; Dahl,1998) Kapitalisme fosil memacu Produk Dunia Bruto (PDB) dunia selama 100 tahun terakhir. Konsumsi energi naik dari 22 EJ (exajoule= 1018 joule) ke level 355 EJ. Tahun 1890-1990, total PDB dunia naik dari 2 triliun dollar AS ke 32 triliun dollar AS (Smil, 2004).

Tahun 1890-1990, PDB dunia naik kira-kira 14 kali dan konsumsi energi 16 kali—dominan bahan bakar fosil. (Speth, 2008) Tata-masyarakat, ekonomi, dan politik global terpateri-erat dalam kendali mata-rantai produksi, distribusi, dan konsumsi bahan bakar fosil.

Hingga awal abad 21, nilai aset infrastruktur minyak dan gas mencapai 5 triliun dollar AS. Industri minyak global mengendalikan tata-kelola 30 miliar barel minyak per tahun pada lebih dari 100 negara. minyak didistribusi melalui lebih dari 3.000 tanker dan 300.000 mil jaringan pipa. (Smil, 2008)

Contoh lain, hingga tahun 2019, 80% konsumsi energi di seluruh dunia, dipasok oleh minyak, gas, dan batu-bara (fosil). Sedangkan tenaga angin hanya mengisi lebih dari 2 (dua) persen dan tenaga surya sekitar 1 (satu) persen. Maka ada kenaikan kebutuhan hingga 2.500% produksi energi dari tenaga surya dan angin guna menggantikan bahan bakar fosil. Meski ini sulit terjadi dalam kurun waktu singkat. Namun, momentumnya ialah tahun 2022.

Begitu pula, Jurnal Environmental Research Letters (2019) merilis hasil penelitian bahwa di seluruh dunia terdapat lebih dari 29.000 pembangkit listrik yang menggunakan bakar fosil. Sebanyak 5% atau 1.400 pembangkit listrik itu memproduksi 73% emisi CO2 global.

Tahun 2022 adalah momentum kick off Kebangkitan Alam agar sehat-lestari ekosistem Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta merajut kelahiran tata dunia baru yang sehat-lestari, damai dan adil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News