Derita Pengungsi Syria
Tak Ada Lagi Tempat Aman, Semua Mengarah ke Kematian
”Ini tiga bulan terburuk. Tak ada bantuan. Kami jadi punya banyak utang. Membayar sewa tenda yang kami tempati ini pun kami tak mampu,” ungkap Khaldia.
Tenda yang Khaldia maksud adalah bentangan terpal yang disangga dengan tiang kayu. ”Tenda ini bocor. Padahal, sekarang musim badai salju,” katanya.
Kondisi itu juga dialami para pengungsi Syria lain yang tinggal di Lembah Bekaa. Tak bisa makan dan punya banyak utang membuat para pengungsi frustrasi.
Karena itu, sebagian dari mereka pun berniat meninggalkan Lebanon dan mengadu nasib di negara lain.
”Saat ini ada sekitar 60 persen keluarga pengungsi Syria di tempat ini yang hidup dalam kemiskinan. Juga, 87 persen pengungsi terbelit utang yang tidak sedikit,” ungkap Jubir UNHCR Scott Craig.
Menurut dia, 2017 adalah tahun yang sangat sulit. Sebab, selain bantuan finansial hanya masuk separo, bantuan kemanusiaan tidak lagi mengalir ke Lembah Bekaa.
Para pengungsi itu menyusuri jalanan yang beku dan bukit-bukit bersalju untuk mencapai tempat tinggal baru. Tapi, mereka justru mati kaku.
Kemarin pemerintah Lebanon mengumumkan penemuan 15 mayat pengungsi yang membeku di perbatasannya dengan Syria.
Bagi pengungsi Syria, tidak ada lagi tempat aman, apalagi nyaman, di kolong langit ini. Semua pilihan yang masih tersisa hanya mengarah pada kematian
- Nilai Tukar Rupiah Masih Lebih Baik dari Mata Uang Negara Lain
- Indonesia Punya UMKM, Modal Kuat Perekonomian untuk Hadapi Dampak Konflik Timur Tengah
- Cegah Dampak Konflik Timteng Meluas, Indonesia tak Boleh Lengah
- Catatan Ketua MPR: Mencermati Dampak Eskalasi Ketegangan di Timur Tengah
- Konflik Timur Tengah: Pemerintah Diminta Cari Alternatif Pasokan Minyak dari Negara Lain
- Kondisi Ekonomi Indonesia Masih Kuat Hadapi Dinamika Geopolitik Timur Tengah