Derita Pengungsi Syria

Tak Ada Lagi Tempat Aman, Semua Mengarah ke Kematian

Tak Ada Lagi Tempat Aman, Semua Mengarah ke Kematian
Pengungsi Syria. Foto: AFP

jpnn.com - Bagi pengungsi Syria, tidak ada lagi tempat aman, apalagi nyaman, di kolong langit ini. Semua pilihan yang masih tersisa sampai sekarang hanya mengarah pada kematian. Entah itu di tanah kelahiran atau di negeri orang.

Usianya sudah hampir satu abad. Bersama putrinya yang berusia 63 tahun, Raya –demikian nenek 97 tahun itu menyebut namanya– meminta-minta.

Ibu dan anak yang meninggalkan Syria sekitar lima tahun lalu itu tidak punya pilihan lain, kecuali mengemis. Lima tahun menjadi pengungsi di Lembah Bekaa, kawasan timur Lebanon, tidak membuat kehidupan Raya dan anaknya, Khaldia, membaik.

”Belakangan ini kami sudah jarang makan,” kata Khaldia kepada The Times pekan lalu. Lembah Bekaa yang diklaim sebagai tempat paling subur di Lebanon berubah menjadi dataran beku pada musim dingin kali ini.

Praktis, tidak ada hasil tanah yang bisa dimakan. Karena itu, Raya yang sakit-sakitan dan Khaldia yang fisiknya kian lemah pun terpaksa mengemis demi menyambung hidup.

jpnn.com - Bagi pengungsi Syria, tidak ada lagi tempat aman, apalagi nyaman, di kolong langit ini. Semua pilihan yang masih tersisa sampai sekarang hanya mengarah pada kematian. Entah itu di tanah kelahiran atau di negeri orang.

Sebenarnya PBB memberikan bantuan belanja bulanan sebesar 20 pound sterling atau setara Rp 369 ribu kepada tiap keluarga pengungsi.

Tapi, entah apa penyebabnya, Raya dan Khaldia yang dihitung satu keluarga tidak lagi menerima bantuan itu sejak Oktober lalu.

Bagi pengungsi Syria, tidak ada lagi tempat aman, apalagi nyaman, di kolong langit ini. Semua pilihan yang masih tersisa hanya mengarah pada kematian

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News