Takdir Politik Era Reformasi

Takdir Politik Era Reformasi
Takdir Politik Era Reformasi
SBY tak sepadan dibandingkan dengan “the Strong Man” Soeharto yang boleh dikata menguasai cabinet, parlemen (karena Golkar adalah single majority). Bahkan Soeharto juga didukung oleh institusi dan lembaga birokrasi pemerintahan  dan kekuatan ABRI (TNI-POLRI) yang terkenal dengan istilah ABG (ABRI- Birokrasi dan Golkar) yang dikukuhkan pula oleh UU, meskipun bertentangan dengan UUD 1945.

Tak mengherankan jika rezim Soeharto  bisa berkuasa 32 tahun, selalu terpilih saban Pemilu karena tanpa rival, dan seluruh programnya berjalan mulus.  Kekuatan politik yang berani membangkang sudah pasti dengan mudah dibungkam, sehingga sampai ada istilah “jika Soeharto mendehem saja, Indonesia aman” walau sebenarnya  semu.

Barangkali, memang sudah “takdir politik” SBY tampil di era yang berbeda dengan Soeharto.  SBY hadir setelah reformasi melindas semua yang berbau monolit, ketika eksekutif sangat  strong, dan sebaliknya legislative hanya sekedar tukang stempel.

Ketika system multipartai mengemuka sejak 1999, tak ada lagi single majority yang mengharuskan adanya koalisi yang ujung-ujungnya, who gets what. Meski menganut cabinet presidensial, tak dinafikan bahwa kekuatan koalisi baik di eksekutif dan legislatif  sangat dipertimbangkan SBY dalam mengambil keputusan strategis.

SEKIRANYA Presiden SBY seberani Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, apakah kepuasan public terhadap pemerintahannya menguat? Gus Dur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News