Tanah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tanah
Ilustrasi. Foto: dok/JPNN.com

Pendekatan pembangunanisme pragmatis, yang mengabaikan faktor budaya lokal, menghadapi resistensi tinggi dari masyarakat. Terjadi konfrontasi langsung antara petani dengan aparat bersenjata di lapangan. Beberapa petani mati akibat tembakan aparat.

Di Jawa Tengah, pembangunan waduk Kedung Ombo pada 1985 juga menghadapi resistensi warga yang menolak digusur paksa. Berbagai intimidasi dan kekerasan dilakukan aparat terhadap warga yang tetap bergeming.

Beda dengan warga Nipah yang konfrontatif, warga Kedung Ombo lebih banyak melakukan perlawanan pasif. Rezim Orde Baru ketika itu mendiskreditkan gerakan rakyat ini sebagai gerakan PKI.

Kasus perlawanan para petani di Talangsari, Lampung pada 1989, melahirkan tragedi nasional yang menjadi lembaran hitam sampai sekarang. Kasus ini tidak beruhubungan langsung dengan konflik tanah, tetapi lebih terjadi karena cara pendekatan kekerasan yang diterapkan rezim Orde Baru terhadap rakyat secara semena-mena.

Para petani di Talangsari itu membentuk kelompok pengajian yang dipimpin oleh Warsidi. Kelompok petani ini menjalankan hidup secara independen dan menerapkan ekonomi subsisten yang bisa memenuhi kehidupan mereka sendiri.

Penguasa Orde Baru menganggap aliran Warsidi sesat. Terjadi konflik yang berujung pada penyerbuan tentara yang menewaskan ratusan petani. Sampai sekarang jumlah korban masih misterius.

Pendekatan kekerasan bisa terjadi dalam bentuk penahanan dan intimidasi oleh aparat, seperti di Jenggawah dan Kedung Ombo. Pendekatan kekerasan bersenjata terhadap resistensi rakyat diperlihatkan dalam kasus Nipah dan Talangsari.

Pendekatan kekerasan melalui kekuasan simbolik masih banyak terjadi di berbagai tempat di Indonesia.

Para petani dan pemilik tanah miskin selalu rentan terhadap pengambilalihan paksa oleh penguasa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News