Tanpa Nyekar dan Silaturahmi, Baju Baru Tak Mampu Ubah Wajah Lesu

Tanpa Nyekar dan Silaturahmi, Baju Baru Tak Mampu Ubah Wajah Lesu
Penganut Syiah di Flat Puspa Agro, Taman, Sidoarjo, Sabtu pagi (10/8). Foto: Jawa Pos/JPNN

jpnn.com - LEBARAN adalah momentum sanak saudara bisa berkumpul dan bercengkerama di kampung halaman. Tapi, itu semua tak lagi bisa dirasakan warga Sampang, Madura, penganut aliran Syiah yang harus tinggal di pengungsian.

MIFTAKHUL F S, Sidoarjo

Suasana Lebaran tak begitu terlihat di Flat Puspa Agro, Taman, Sidoarjo, Sabtu pagi (10/8). Di kawasan pasar induk yang menjadi tempat penampungan sementara 53 KK atau 151 warga Sampang sejak 20 Juni lalu itu hanya terlihat beberapa orang duduk-duduk. Yang lain memilih menghabiskan waktu di dalam kamar flat.

Kondisi itu sangat kontras dengan suasana di sekitarnya. Jalan Raya Jemundo yang hanya selempar batu dari flat tersebut sesak oleh lalu lalang kendaraan. Mayoritas kendaraan kaum muslim yang hendak bersilaturahmi dengan sanak saudara.

Mereka berdandan rapi dan tidak sedikit yang mengenakan pakaian baru. Seperti halnya di jalan, kemeriahan juga terlihat di rumah-rumah penduduk sekitar flat. Pintu rumah mereka terbuka lebar untuk para tamu yang berkunjung.     
    
Di Flat Puspa Agro memang banyak anak kecil. Tapi, wajah-wajah mereka lesu. ”Ini memang berat buat kami. Lebih-lebih bagi anak-anak. Momentum Lebaran kali ini tak ubahnya hari biasanya,” ujar Iklil Almilal. Iklil adalah satu di antara ratusan penganut Syiah Sampang yang ”terusir” dari kampung halamannya. Dia sekaligus orang yang dituakan.

Sebelum tinggal di Puspa Agro, warga Sampang penganut aliran Syiah tinggal setahun di Gedung Olahraga (GOR) Wijaya Kusuma, Sampang. Mereka merupakan korban tragedi kemanusiaan yang terjadi pada Agustus 2012.

Saat itu perkampungan pengikut aliran Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karangpenang, diserang kelompok bersenjata. Akibatnya, satu orang tewas serta enam orang lain terluka. Sebanyak 47 unit rumah dibakar, termasuk madrasah dan musala penganut Islam Syiah.

Penyerangan pada Agustus 2012 itu merupakan yang kedua. Sebelumnya, pada Desember 2011, pengikut Tajul Muluk tersebut juga diserang dan sekitar 300 kepala keluarga terpaksa mengungsi.

LEBARAN adalah momentum sanak saudara bisa berkumpul dan bercengkerama di kampung halaman. Tapi, itu semua tak lagi bisa dirasakan warga Sampang,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News