Tersiksa Jendela

Oleh: Dahlan Iskan

Tersiksa Jendela
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Akan tetapi bukankah ketegangan di Qatar itu sudah reda? Terutama sejak menjelang Qatar jadi penyelenggara Piala Dunia sepak bola?

Bukankah tim Saudi sudah mau berlaga di Qatar? Bukankah Arab Saudi sudah mau membatalkan rencana penggalian daratan yang memisahkan kedua negara? Bukankah proyek laut pemisah itu sudah diurungkan?

Saya juga menyalahkan angin: mengapa hari itu angin bertiup dari arah depan? Mengapa kecepatan angin sampai 97 km/jam? Head wind seperti itu bikin jalannya pesawat terhambat. Menambah siksaan jendela.

Saya pernah terbang dari San Francisco ke Hong Kong. Sepanjang perjalanan head wind sangat kencang: sampai 200 km/jam. Pesawat sampai termehek-mehek. Bahan bakar tidak cukup untuk sampai Hong Kong. Harus mendarat darurat di Taipei. Isi ulang. Penumpang menunggu di dalam pesawat. Jadwal kedatangan di Hong Kong pun telat lebih dua jam.

Akan tetapi tidak ada persoalan jendela saat itu.

Kenapa sih di perjalanan Abu Dhabi–Jeddah ini angin tidak dari arah belakang? Tail wind bisa mempercepat perjalanan pesawat. Sehingga saya tidak harus lama-lama tersiksa oleh jendela itu.

''Mendung hitam tidak akan terus bergayut di tempat yang sama''.

Seberat apa pun, dan sebesar apa pun persoalan, akan ada waktunya berlalu. Oleh angin dari depan. Pun dari belakang.

LIHATLAH foto itu: satu penumpang menghadap ke depan. Dua lainnya menghadap ke belakang. Di pesawat berbadan lebar jurusan Abu Dhabi–Jeddah dua hari lalu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News