Tetap Ngejot, tapi Sudah Masukkan Unsur Islam

Tetap Ngejot, tapi Sudah Masukkan Unsur Islam
Tetap Ngejot, tapi Sudah Masukkan Unsur Islam

Dalam era globalisasi, ketika banyak budaya bertemu, kemampuan masyarakat Lenek beradaptasi dengan perubahan budaya itu patut menjadi contoh. Mereka tidak melupakan total budaya lama dan mengganti dengan budaya baru.

Mereka mampu mengawinkan hingga menghasilkan bentuk budaya baru yang mampu mengakomodir tradisi lama dan baru.

Tidak menutup kemungkinan, kelak, ketika ada budaya baru yang masuk di Lenek, masyarakat bisa saja mengawinkan budaya baru itu dengan tradisi lama mereka.

“Pada ornamen ornamen detail, masyarakat Lenek ini tidak absolut karena mereka menyadari bahwa kekal abadi itu adalah perubahan,’’ kata doktor kajian budaya ini.

Tradisi ngejot ini, bisa dibedakan tergantung dari tujuan ngejot. Pertama, ngejot seorang anak kepada orang tuanya sebagai wujud permintaan maaf dan merupakan wujud rasa hormat dan bakti kepada kepada orang tua atas asuhan sejak lahir hingga ke jenjang pernikahan.

Ada juga ngejot kepada saudara tertua dari adik-adiknya sebagai bentuk rasa hormat. Ada juga ngejot seorang kerabat dan keluarga lainnya untuk tetap menjalin kekeluargaan dan silaturrahmi.

Dan terakhir, ngejot warga kepada pemimpinnya, sebagai bentuk saling memaafkan antara masyarakat dengan pemimpinnya dan sebagai ucapan syukur terima kasih kepada pemimpin yang dianggap bisa memberikan tauladan.

“Tak perlu dipertentangkan antara agama dan budaya, jangan dicari cari pertentangannya,’’ kata Tahir menekankan di awal kegiatan ngejot.

MATARAM - Ngejot atau tradisi berbagi makanan, tidak hanya menjadi tradisi masyarakat Lenek, tetapi juga menjadi tradisi masyarakat Sasak, suku mayoritas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News