Tolak RUU Cipta Kerja, Wakil Ketua MPR RI Ini Sentil Pemerintah

Ia juga menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan.
Omnibus law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.
"Sekarang, sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Pengusaha bisa semena-mena melakukan pelanggaran karena hanya mendapatkan sanksi administratif," sesal Syarief Hasan.
Selain itu, RUU ini juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, PHK juga akan semakin dipermudah. Serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan memandang bahwa setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan rakyat.
“Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah Pemerintah bekerja untuk rakyat?,” sebut Syarief Hasan.
Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.
“Pemerintah dan DPR RI tidak boleh memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mengesahkan UU yang tidak dinginkan karena merugikan rakyat," kata Syarief Hasan.
Wakil Ketua MPR RI ini juga mendesak pemerintah untuk lebih fokus pada program penanggulangan pandemi Covid-19.
- Dukung Pernyataan Menlu Sugiono, Wakil Ketua MPR: ICJ Harus Hentikan Kejahatan Israel
- Bertemu Rektor Univesiti Malaya, Ibas: Pentingnya Sinergi Akademik Lintas Bangsa
- Peringati Hardiknas, Waka MPR Dorong Kebijakan Penyediaan Layanan Pendidikan berkualitas
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia
- Kuliah Umum di Universiti Malaya, Ibas Bahas Geopolitik, Geoekonomi dan Kekuatan ASEAN
- Demokrat Laporkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulut ke MA dan Kejagung, Ada Apa?