Tolak RUU Cipta Kerja, Wakil Ketua MPR RI Ini Sentil Pemerintah
Ia juga menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan.
Omnibus law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.
"Sekarang, sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Pengusaha bisa semena-mena melakukan pelanggaran karena hanya mendapatkan sanksi administratif," sesal Syarief Hasan.
Selain itu, RUU ini juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, PHK juga akan semakin dipermudah. Serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan memandang bahwa setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan rakyat.
“Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah Pemerintah bekerja untuk rakyat?,” sebut Syarief Hasan.
Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.
“Pemerintah dan DPR RI tidak boleh memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mengesahkan UU yang tidak dinginkan karena merugikan rakyat," kata Syarief Hasan.
Wakil Ketua MPR RI ini juga mendesak pemerintah untuk lebih fokus pada program penanggulangan pandemi Covid-19.
- Kasus DBD Tembus 88 Ribu, Lestari Moerdijat: Efektivitas Pencegahan Harus Ditingkatkan
- Yandri Susanto: Indonesia Butuh Generasi Penerus yang Andal
- Dorong Gerakan Hidup Sehat Dilakukan Secara Masif, Lestari Moerdijat Khawatir Soal Ini
- Plt Sekjen MPR Berharap Silaturahmi Antarpegawai dan Para Purnabakti jadi Tradisi
- Temui SBY, Sudaryono Dapat Restu Demokrat untuk Pilgub Jateng?
- Hardiknas 2024, Mbak Rerie: Masalah Pengangkatan Guru Honorer Harus Segera Dituntaskan