Tolak RUU Kesehatan, Akademisi: Akan Buat Penyimpangan Berbagai Kebijakan

Tolak RUU Kesehatan, Akademisi: Akan Buat Penyimpangan Berbagai Kebijakan
Ketua II Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan (P3HKI) Ahmad Anshori menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Foto/Ilustasi: BPJS Kesehatan.

"Saya teringat ketika zaman BPJS masih di bawah kementerian dulu, beberapa pejabat BPJS masuk penjara. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi pejabatnya yang masuk penjara, dan mudah-mudahan seterusnya tetap tidak ada," ungkapnya.

“Artinya, kemudahan intervensi yang dilakukan Kementerian dulu terhadap BPJS, itu mengakibatkan kebijakan yang salah, penyimpangan-penyimpangan terjadi yang terkemas dalam regulasi, dan itu akan kembali terulang terjadi jika RUU Kesehatan ini disahkan,” tegas Anshori.

Dia menyebut, bahwa buruh harus melakukan sesuatu bukan karena lembaga BPJS-nya, tetapi menyangkut soal masyarakat yang direpresentasikan dari fungsi jaminan sosial yang di kelola dan dilaksanakan oleh BPJS.

RUU Kesehatan Dibuat Untuk Tujuan Transaksi

Pada pasal 23 ayat 2 draft RUU Kesehatan, BPJS wajib menerima kerja sama yang diajukan fasilitas kesehatan yang memiliki perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Tidak ada UU yang seperti ini, UU mana yang menyatakan anda wajib menerima swasta,” ujar Anshori.

Anshori menilai tujuan RUU Kesehatan ini adalah untuk transaksi. BPJS menurut UU SJSN dan UU BPJS memiliki posisi strategic purchaser.

Artinya atas nama seluruh peserta dia bernegoisasi dengan fasilitas kesehatan, tetapi hal tersebut sebentar lagi akan dirampok dengan RUU Kesehatan ini.

Ketua II Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan (P3HKI) Ahmad Anshori menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News