Tole Iskandar dan Kaum Belanda Depok

Tole Iskandar dan Kaum Belanda Depok
Potogan halaman 2 koran Penjoloeh, 25 Oktober 1945. Foto: Dok.Wenri Wanhar/JPNN.com.

Beberapa waktu kemudian, sebagaimana dikatakan Opa Yopi, tengah malam  tiba-tiba datang pasukan Gurka  menjemput orang-orang Depok yang ditawan ke Paledang. Orang-orang Depok sangat senang sekali dengan kedatangan pasukan Sekutu ini. Mereka merasa terselamatkan. Setidaknya itu yang dirasakan Opa Yoti.

“Oleh pasukan Gurka, kami digiring ke dalam truk lalu dibawa ke Kota Paris, Bogor dan ditampung di rumah-rumah kosong. Setelah beberapa hari di sana, kemudian dibawa lagi ke Kedung Halang, Bogor, tempat itu disebut kamp pengungsian. Interniran.”

Kehidupan di kamp pengungsian sangat memprihatinkan, sampai-sampai Opa Yoti mengaku trauma mengingatnya dan sama sekali tidak mau berkunjung lagi ke sana. 

“Di kamp pengungsian, kami yang biasa hidup enak tiba-tiba tak punya apa-apa. Duit nggak ada, yang ada cuma kaos singlet dan celana pendek doang.”

Ketika baru sampai di kamp pengungsian kaum Belanda Depok dirawat oleh palang merah. Mereka membangun dapur umum. Selama di sana, di antara orang Depok ada yang merawat tanaman, ada yang kerja di bengkel roti dan kesibukan lainnya.

“Setiap hari kami hanya berdoa kepada Tuhan Yesus dan berpasrah diri,” Opa Yoti mengenang masa remajanya.

Kaum Belanda Depok menghabiskan waktu di Kedung Halang sampai tahun 1949. Setelah itu mereka dipulangkan kembali ke rumah masing-masing di Depok dan hidup damai berdampingan dengan orang kampung hingga hari ini.

Kenapa Opa Yoti dan orang-orang kampungnya disebut Belanda Depok? Ikut serial selanjutnya...--bersambung (wow/jpnn)

SAAT Peristiwa Gedoran Depok, kaum Belanda Depok ditawan laskar rakyat. Para tawanan dipisah menjadi dua kelompok. Perempuan dan anak-anak berumur


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News