Tolong Jangan Impor Cabai, Biarkan Petani Menikmati Hasil Panennya

Tolong Jangan Impor Cabai, Biarkan Petani Menikmati Hasil Panennya
Seorang petani membawa cabai merah saat panen di areal persawahan Kronggahan, Trihanggo, Sleman, Senin (1/6). FOTO: ANTARA/Wahyu Putro A/Koz/ama/09

jpnn.com, SURABAYA - Harga cabai di Surabaya kini meroket. Terakhir, sesuai pantauan di pasar induk Koblen Surabaya, harga cabai sudah mencapai Rp90-100 ribu per kilogram.

Pedagang cabai, M. Harri mengatakan menetapkan harga Rp90 ribu untuk penjualan tersebut hanya berselisih Rp7-10 ribu dari harga yang dia dapat dari tengkulak dan petani atau pengepul.

"Kalau dari petani 80-85 ribu. Jadi mepet sekali," kata Harri.

Harri mengaku tak berani menyetok cabai terlalu banyak. Sebelum ada fenomena ini, biasanya dia meminta pasokan 5-7 kuintal, tetapi kini hanya 2-3 kuintal atau sekitar 200-300 kilogram saja lantaran khawatir tak laku di pasaran.

Selain itu, Harri terpaksa mengambil pasokan dari Nusa Tenggara Timur, yang harganya lebih murah dari Pulau Jawa.  

"Ini cabai saya dari NTT karena murah. Cuma 80-85 ribu per kilo, kalau dari Jawa sendiri bisa tembus 90-100 ribu dari petani. Lalu kami jual berapa?," kata Harri.

Ihwal harga cabai yang meroket, Harri mengaku tak terlalu sedih. Menurutnya, naiknya harga cabai sudah sesuai dengan skema alam. Sekarang, saatnya petani yang merasakan keuntungan dalam panen mereka.

Tak seperti pada bulan Mei hingga September 2020, beberapa bulan pascakasus Covid-19 pertama kali datang di Indonesia, harga cabai anjlok.

Pedagang minta pemerintah tidak mengimpor cabai dan membiarkan petani merasakan hasil kerja mereka dari panen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News