Tren Minum Kopi Meningkat, Petani Justru Khawatir

Tren Minum Kopi Meningkat, Petani Justru Khawatir
Panen kopi gayo di Rembele, Bener Meriah, Aceh, Rabu (21/11). Foto : Irwansyah Putra/Antara

jpnn.com, BOGOR - Tren minum kopi yang kian populer di masyarakat, justru menjadi kekhawatiran bagi petani kopi.

Menurut pendamping petani dari Yayasan Prakarsa Hijau Indonesia, Tosca Santoso, kekhawatiran itu lebih ke dampak impor kopi.

"Kita senang di hilir pertumbuhan dan respon habit orang minum kopi makin bagus, itu yang harus kita syukuri. Tetapi hulunya ketinggalan jauh, ada banyak PR (pekerjaan rumah) di sana," ujar Inisiator Kopi Sarongge itu saat diskusi seputar kopi di Galeri Kopi Darat, di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Salah satu permasalahan di hulu, lanjut Tosca, yaitu mengenai ketersediaan lahan.

Selama periode pertama, ia mencatat sekitar 3,1 juta hektare lahan dibagikan kepada petani melalui program kehutanan sosial, dari target keseluruhan pembagian 12,7 juta hektare lahan.

"Masih ada 9 juta hektare lebih yang belum dibagikan. Periode pertama Jokowi sudah tahu celahnya, mestinya periode kedua bisa digenjot sangat cepat," kata pria 54 tahun yang juga pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu.

Ia khawatir, tingginya permintaan di hilir dengan kondisi hulu yang tak berubah, akan berpotensi meningkatnya keran impor kopi. Karena harga kopi impor menurutnya tak kalah murah dengan kopi dalam negeri.

"Bahayanya, kalau suplainya (kopi) mengecil, belum tentu harga petani naik, karena kemungkinan impor yang masuk," beber Tosca.

Tren minum kopi yang kian populer di masyarakat, justru menjadi kekhawatiran bagi petani kopi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News