Trump Usir Imigran dengan Gas Air Mata

Trump Usir Imigran dengan Gas Air Mata
Imigran Amerika Selatan kocar kacir menghindari gas air mata di perbatasan Meksiko - Amerika Serikat. Foto: Reuters

jpnn.com, TIJUANA - Ana Zuniga panik. Imigran berusia 23 tahun asal Honduras itu langsung mendekap putrinya, Valery, saat angin meniup asap putih ke arah mereka. Dia tidak ingin bocah 3 tahun itu terkena gas air mata yang ditembakkan pasukan Amerika Serikat (AS) yang berjaga di perbatasan Meksiko tersebut.

"Kami lari. Tapi, semakin kami aktif bergerak, rasanya asap semakin kuat mencekik," ujarnya kepada Associated Press Minggu (25/11).

Kendati demikian, tidak ada cara lain untuk menghindari asap beracun itu kecuali lari sekencang-kencangnya. Zuniga pun lari pontang-panting bersama ratusan imigran asal negara-negara Amerika Tengah lainnya.

Zuniga dan rekan-rekannya sesama imigran sudah diperingatkan agar menjauh dari perbatasan. Sebab, Presiden Donald Trump tidak mengizinkan mereka menerobos pagar pembatas. Satu-satunya cara masuk AS adalah lewat pos pemeriksaan dengan menunjukkan dokumen lengkap.

Minggu pagi itu sekitar 500 imigran berunjuk rasa damai di perbatasan Meksiko-AS. Para imigran tersebut meminta AS memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan suaka.

Unjuk rasa damai itu lalu berubah ricuh. Para imigran menyerang petugas yang berjaga di perbatasan Meksiko-AS. Mereka juga menyeberangi Sungai Tijuana. Setelah berhasil menyeberangi sungai, mereka hanya tinggal berjalan menyusuri tanggul dan melompati pagar pembatas.

Namun, melompati pagar pembatas tidaklah semudah yang dibayangkan. Sebagian imigran terpaksa merusak pagar yang terbuat dari seng. Aksi anarkistis itu membuat petugas berang. Gas air mata pun lantas ditembakkan.

Legislator terpilih AS Alexandria Ocasio-Cortez mengecam serangan gas air mata tersebut. Dia membandingkan imigran asal Amerika Tengah itu dengan rombongan Yahudi yang melarikan diri dari Nazi di Jerman. Juga, mereka yang lari dari konflik Rwanda dan Perang Syria.

Ana Zuniga panik. Imigran berusia 23 tahun asal Honduras itu langsung mendekap putrinya, Valery, saat angin meniup asap putih ke arah mereka.

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News