Tuanku Imam Bonjol pun Tobat dari Aliran ini

Tuanku Imam Bonjol pun Tobat dari Aliran ini
Lukisan Tuanku Imam Bonjol dari Ridder de Stuers. Foto: Repro buku Sengketa Tiada Akhir.

Dia sedang berguru pada Tuanku Nan Tuo, seorang pemuka Islam yang menerapkan hukum Islam secara ketat di ranah Minang. Antara lain mengakhiri perjudian, mabuk-mabukan dan perbanditan. 

Haji Miskin cs mendatangi dan bersekutu dengan rombongan Tuanku Nan Tuo.  

"Bagi haji-haji yang baru pulang ini budaya Minangkabau tradisional tidak bisa diperdamaikan dengan ajaran-ajaran utama Islam," tulis Jeffrey Hadler dalam Sengketa Tiada Putus.

Ketiga haji ini, sebagaimana dilansir banyak literatur, membawa semangat Wahabi yang sedang naik daun di Mekah.

Ya, dalam rentangan waktu itu (akhir abad 18-awal abad 19), kaum Wahabi sedang bergolak di Mekah dan Hijaz. Mekah berhasil dikuasai. 

Di Hijaz, kaum Wahabi membakar buku. Dengan alibi berpedoman pada Quran dan Hadis, mereka menolak penafsiran tekstual. Kubah-kubah, pusara dan tempat-tempat ziarah dihancurkan.

Nah, menurut Jeffrey, kombinasi reformisme lokal dan pengaruh mirip Wahabi inilah yang kemudian dikenal sebagai pergerakan Paderi.

Mereka menumbuhkan janggut, memakai jubah dan turban, yang ditulis Raffless dalam Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles, sebagai upaya menciptakan budaya Arab di dataran tinggi Sumatera Barat.

NAMA aslinya Peto Syarif. Lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol, pimpinan Perang Paderi...perang muslim lawan muslim pertama di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News