Uni Eropa Cabut Larangan Terbang Pesawat Maut Boeing 737 Max
Namun, EASA telah menyarankan sistem sensor ketiga dipasang untuk bertindak sebagai penengah jika salah satu sensor utama gagal.
Saran tersebut, yang ditentang oleh Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat, memicu perselisihan peraturan mengenai apakah modifikasi yang ada akan memungkinkan pilot untuk mengatasi pemadaman sensor apa pun, atau apakah jaring pengaman lebih lanjut diperlukan.
Ky pada September tahun lalu mengatakan bahwa Boeing telah setuju untuk memasang sensor digital --yang setara dengan sensor ketiga-- pada versi berikutnya, 737 MAX 10, diikuti oleh retrofit pada model-model lain.
Namun dalam sebuah dokumen yang menyertai perintah pencabutan larangan terbang, EASA membatalkan proposal untuk penempatan sensor "sintetis" ketiga. Alasannya, Boeing telah menjanjikan cara-cara lain untuk mengamankan data.
Badan Eropa tersebut mengatakan Boeing telah setuju untuk mengembangkan perubahan lebih lanjut "dalam dua tahun" untuk meningkatkan pemantauan kesalahan dan memungkinkan pilot memilih data yang tepat dengan mudah.
Seorang juru bicara EASA mengatakan solusi yang sekarang sedang dipertimbangkan oleh Boeing berbeda dari sensor ketiga, tetapi "selaras secara luas".
Seorang juru bicara Boeing mengatakan, "Kami akan menangani semua persyaratan peraturan, kebutuhan teknis dan persyaratan pengujian."
Uni Eropa menghentikan izin terbang Boeing 737 MAX pada Maret 2019 setelah pesawat buatan Boeing tersebut jatuh di Indonesia dan Ethiopia.
Redaktur & Reporter : Adil
- Indonesia Jalin Program Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa
- Menko Airlangga Ungkap Kebijakan Anti-Deforestasi Ditolak Kelompok Bipartisan AS
- Indonesia Harus Antisipasi Aturan Bebas Deforestasi di Uni Eropa
- Uni Eropa Menyerukan Gencatan Senjata Segera di Gaza
- Laut Merah Mencekam, Uni Eropa Luncurkan Operasi Cegat dan Hancurkan
- Hasto Tantang Prabowo Berani Bersumpah Tak Terima Persekot Mirage, Begini Kalimatnya