Victor R Hartono Blak-blakan Soal Bulu Tangkis

Victor R Hartono Blak-blakan Soal Bulu Tangkis
Victor R Hartono Blak-blakan Soal Bulu Tangkis

Ekosistem bulutangkis ibarat tumbuh bersemi secara alami. Mereka dapat jam terbang, latihan, sparing partner, dan suasana kompetitif yang sehat. Victor juga bercerita, sampai-sampai kalau di luar negeri, untuk mencari perwakilan tim bulutangkis, tidak terlalu sulit. “Tinggal tanya saja, siapa orang Indonesia? Ah, dia pasti bisa badminton dan pasti bisa menang!” kenangnya.

Karena itu, pemain-pemain kampung muncul di mana-mana dan mereka bangga kalau direkrut oleh akademi badminton, seperti PT Djarum Kudus, Jaya Raya Jakarta, Surya Naga Surabaya, Tangkas Jakarta, PLN Bandung, dan lainnya. “Pemain-pemain juara, seperti Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Rudy Hartono, saat itu pendapatannya besar.

Sekali kontrak dengan merek raket Yonnex, atau Pro Kennex, atau Carlton, sudah USD 100.000 di kantong. Karena itu mereka bisa kaya dan bangga,” jelas pria yang gara-gara bulutangkis, pernah patah tulang kaki itu. Bagaimana dengan sistem insentif saat ini? Apa masih bisa kompetitif? Dibandingkan dengan cabang olahraga lain? “Dulu, sponsorship langsung ke pemain, sehingga menjadi motivasi individual yang solid. Sekarang, harus melalui PBSI semuanya, kontrak kolektif, baru kemudian dibagikan kepada pemain, sehingga tidak 100 persen lagi.

Inilah yang mematikan spirit bulutangkis itu. Kedengarannya bagus, untuk pemerataan pemain, tetapi sesungguhnya ini akan mematikan,” jelas Victor. Menurut dia, sistem itu harus diubah, jika ingin maju. Sistem itu harus dikembalikan seperti era 70-an. Karena bermain bulutangkis sebagai profesi, itu harus berhasil mengumpulkan pundi-pundi uang, sebelum usia 35-40 tahun.

Sebelum pensiun alias gantung raket, pemain harus sudah mempersiapkan finansial masa tuanya dengan baik. Ini seperti yang dilakukan oleh Tiger Wood (golf), David Becham, Zinedine Zidane (sepak bola), Roger Federer (tenis). Bagaimana dengan support pemerintah? Karena inilah yang sering dipersoalkan oleh PBSI. “Ah, saya kira jangan berharap.

Pemerintah tidak mungkin mengalokasikan budget yang signifikan untuk bulutangkis. Tidak mungkin! Pasti lebih mementingkan membangun infrastruktur, seperti jalan, jembatan, port, dan lainnya untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Saya kalau jadi pemerintah juga pasti begitu,” ungkap pemilik perusahaan rokok yang memiliki CSR di Bhakti Olahraga (bulutangkis), Bhakti Pendidikan (Beswan), Bhakti Lingkungan (Tree for Life), dan Bhakti Budaya ini. Victor menuturkan, Indonesia tidak seperti China yang komunis dan sosialis.

Kalau di China, untuk kepentingan negara, semua bisa dilakukan. “Pola pembinaan nya pun berbeda. Jadi, jangan pernah menyamakan dengan mereka. Kita lebih mirip dengan Denmark, negara yang penduduknya hanya 5 juta, tetapi pola pembinaan mereka terus berkelanjutan, sejak Morten Frost Hansen, Poul Eric Hoyer Larsen, Peter Gade, Camilla Martin, dan lain-lain. Jadi, model iuran membership itu paling tepat dikembangkan di Indonesia,” jelas Victor yang didampingi Rudijanto Gunawan, Head of Corporate Affair dan stafnya, Budi Dharmawan itu. (don/bersambung)


SIAPA yang tidak kenal dengan putra bos PT Djarum, Robert Budi Hartono, yang tercatat sebagai orang terkaya di Indonesia ini? Siapa lagi kalau bukan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News