Wacana Pencalonan Jokowi dan Gibran Jadi Caketum Golkar Menuai Pro dan Kontra

Wacana Pencalonan Jokowi dan Gibran Jadi Caketum Golkar Menuai Pro dan Kontra
Illustrasi - Bendera Partai Golkar. Foto: Antara

"Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader-kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy mau masuk," kata Prof Pantja.

Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan.

Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.

Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.

"Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung, tetapi ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tomy," ujar Prof Gde Pantja.

Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Karena akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru.

Meski secara objektif, selain banyak kelemahan selama dipimpin Pak Harto, banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto.

"Tommy mampu enggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil dipanggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya, dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.

Wacana soal Presiden Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka bergabung menjadi kader hingga pimpinan tertinggi di Partai Golkar menuai pro dan kontra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News