Warga Rohingya: Di Depan Mata Saya, Adik & Paman Ditembak

Warga Rohingya: Di Depan Mata Saya, Adik & Paman Ditembak
Para Pengungsi Rohingya di Rumah Deteksi Imigrasi (Rudenim) Belawan, Senin (4/9). Foto: Fachril/Sumut Pos/JPNN.com

Pembantaian dan kekejaman yang terus-menerus terjadi, menyisakan trauma mendalam bagi Jabar. Makanya, dia memilih hidup di dalam penjara Rudenim Belawan daripada hidup di Myanmar dengan kondisi tersiksa. "Kami tak mau pulang ke Myanmar, kami lebih baik hidup seperti ini," ungkap Jabar.

Harapan Jabar yang mewakili sebanyak 27 imigran Rohingya Myanmar ini, mereka bisa menjadi warga negara lain yang bisa diakui oleh pemerintah.

"Kami sangat berharap pemerintah Indonesia bisa memberikan kami kehidupan dan mengakui menjadi warga negara, agar kami bisa bekerja dan berkeluarga," harapnya.

Disinggung dengan adanya peristiwa yang belakangan ini terjadi, Jabar mengaku sangat sedih dengan penderitaan saudara-saudara mereka. Bahkan, dia yakin pemerintah Myanmar akan terus membantai etnis Rohingya di Myanmar.

"Kami sebenarnya adalah bagian dari Myanmar, nenek moyang kami sudah ada 900 tahun lalu di Myanmar. Cuma, kami Rohingya Muslim tidak diakui dan bakal terus dibunuh. Jadi, apa yang terjadi saat ini merupakan kejadian yang sama pada masa kami kabur dari Myanmar," cerita Jabar.

Hal senada juga disampaikan Mussrof Husein, pria berusia 21 tahun yang sudah 9 bulan di Indonesia. Dia mengaku trauma dengan kekejaman para militer Myanmar yang membantai warga Rohingya.

"Saya kabur dari Myanmar karena rumah dan semua keluarga saya dibunuh. Sebelumnya, saya sudah berada di Malaysia 3 tahun, belakangan ini saya coba mencari kerja dan kabur ke Indonesia," kata Mussrof.

Dikatakan Mussrof, seluruh warga Rohingya yang berada di Myanmar mengalami pembantaian sadis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News