Warna Ayu, Kelompok Eks Lokalisasi, Pelopor Batik Jumput Berpewarna Alami

Karena Dagangan di Irak, Iringane Jarak, Tak Lagi Laku

Warna Ayu, Kelompok Eks Lokalisasi, Pelopor Batik Jumput Berpewarna Alami
KREASI IBU-IBU: Anggota Warna Ayu menunjukkan sebagian karya mereka. Foto: Indiani Kusuma/Jawa Pos

Mereka pun bereksperimen. Yang dicoba kali pertama adalah pewarnaan dengan memakai kulit kayu mahoni. Prosedurnya cukup rumit. Kulit kayu itu kudu direbus 13 jam untuk mendapatkan warna cokelat yang cukup cantik.

Membuat selembar kain batik jumput yang apik pun harus sabar. Sebab, proses merekayasa kain, mencelup, dan mengeringkannya hanya bisa menghasilkan satu warna. Untuk warna lain, mereka harus mengulang proses tersebut dengan teknik rekayasa kain yang berbeda. ’’Itu proses yang paling lama,’’ kata Susi. Siang itu dia bercerita sembari mengaduk panci untuk membuat pewarna alami dari daun mangga.

Di awal belajar, mereka hanya bisa menciptakan pola-pola batik yang pewarnaannya tidak rapi. Warna yang dihasilkan berantakan. Dalam sebuah pameran, batik jumput pernah dikritik Wali Kota Tri Rismaharini. ’’Kami dibilang enggak rapi. Kalau seperti itu terus, kami tidak bakal sukses,’’ cerita Susi. Dari situlah, semangat membara muncul. ’’Kami harus berubah dan bisa menunjukkan ke Ibu (Risma) bahwa kami bisa sukses,’’ tambahnya.

Kini itu semua sudah terlampaui. Aneka kreasi telah tercipta. Mulai berbentuk huruf, berpola bunga matahari, hingga berpola geometris lain. ’’Sing penting iku niate. Mesti dadi,’’ tegas Susi.

Memang, dengan pewarna alami, dalam sebulan mereka cuma membikin 3–4 lembar kain batik. Bandingkan kalau memakai pewarna kimia. Selusin lebih pun mereka sanggup.

Sudah lebih dari 100 perempuan yang menjadi anggota Warna Ayu. Mayoritas memang ibu-ibu. ’’Kami memang mencari yang telaten dan sabar. Kalau bikin terburu-buru, malah enggak jadi,’’ ujarnya. Batik, kata dia, memang kurang pas untuk anak muda yang kerap terbawa emosi, ingin simpel, dan ogah ribet.

Tapi, berkat tangan dingin para perempuan hebat itu, batik mereka merambah luar negeri. Negara manca yang kali pertama disambangi adalah Belanda. Batik jumput Warna Ayu bisa sampai di Negeri Kincir Angin tersebut lantaran dibawa kawan Susi yang bekerja di sana. Dia membawa lima kain, tiga atasan, serta bawahan. Ternyata ludes. Kalau di Australia, batik jumput malah sudah dikirim hingga 40 potong. Awalnya juga sama, ada seorang anggota PKK yang membawa kain itu ke Negeri Kanguru tersebut.

Sejumlah prestasi pun diraih. Pada 2011 Warna Ayu masuk dalam 200 UKM terbaik di Surabaya. Pada 2010 ia masuk 50 nominasi UKM terbaik dalam ajang Pahlawan Ekonomi Surabaya. Tahun ini Warna Ayu adalah jawara Produk Tekstil Terbaik yang diadakan Universitas Narotama Surabaya.

Batik kian berkembang. Motifnya makin banyak. Kreativitas pembuatnya juga terus meningkat. Tengok saja pengalaman Warna Ayu, komunitas warga eks

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News