Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan

Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan
Foto : Raka Deny/Jawa Pos
 

Tak berselang lama, tiba-tiba angin besar menerpa diiringi suara gemuruh. Saat sebagian besar penduduk belum sempat berlari menuju dataran yang lebih tinggi, tiba-tiba gelombang setinggi rata-rata 15 meter menghantam permukiman. Puluhan karang berukuran raksasa terlempar diterjang gelombang ke arah rumah-rumah warga. Teriakan dan tangis pun membahana beradu dengan gemuruh gelombang serta bunyi tembok-tembok yang jebol diterjang air laut.

 

"Setidaknya, itulah yang saya ingat. Setelah itu, saya berlari saja ke arah hutan tanpa peduli apa pun," ujar Risen, 45, ketika ditemui di bekas reruntuhan rumahnya di Dusun Eru Paraboat, Desa Malakopak, Kecamatan Pagai Selatan, Mentawai.

 

Pria itu kehilangan seluruh anggota keluarga. Namun, dia enggan menyebutkan satu per satu nama mereka. Risen tampak masih emosional dan membatasi bicara. Dia lebih sering menerawang kosong dan memandangi para relawan SAR serta militer yang membersihkan reruntuhan dan mendistribusikan bahan makanan. "Surak sabeo (terima kasih, Red) sudah datang. Sebaiknya saya tidak bicara banyak," ujarnya dalam bahasa Mentawai.

 

Eru Paraboat merupakan salah satu titik terparah yang dihantam tsunami di Mentawai. Kampung yang dulu ditinggali 80 KK (kepala keluarga) tersebut kini hanya menyisakan sekitar 100 orang. Kuburan masal berisi 60 mayat telah digali di salah satu tanah lapang di dusun itu. Semua bangunan di sana luluh lantak. Namun, mereka memilih bertahan di lokasi tersebut.

Gempa 7,2 skala Richter (SR) yang memicu tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin lalu (25/10), merupakan bencana dengan penanganan tersulit

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News