Yusril Gugat UU Pemilu demi Cegah Jokowi Jadi Capres Tunggal

Yusril Gugat UU Pemilu demi Cegah Jokowi Jadi Capres Tunggal
Yusril Izha Mahendra. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memastikan akan secepatnya mendaftarkan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, Yusril mengaku harus menunggu UU untuk Pemilu 2019 itu resmi disahkan dan diberlakukan. "Kalau pengesahan RUU ini selesai pekan depan, maka pekan depan ini juga pendaftaran permohonannya saya lakukan," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/7).

Ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengaku akan fokus menguji pasal-pasal tentang presidential threshold. Dia memastikan akan mendaftarkan gugatan menggunakan namanya sendiri karena merasa punya legal standing untuk mengajukan juducial review UU Pemilu di MK.

"Karena partai saya, PBB, telah memutuskan untuk mendukung saya maju ke pencalonan presiden tahun  2019 nanti," ujar Yusril.

Dia menambahkan, langkahnya menjadi calon presiden akan terhambat dengan adanya ketentuan presidential threshold berupa 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional hasil Pemilu Legislatif 2014. Yusril menyebut ketentuan itu tidak hanya menghambatnya, tapi juga Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden dari Gerindra ataupun Agus Harimurti Yudhoyono yang potensial dicalonkan oleh Partai Demokrat.

Menurut Yusril, presidential threshold seperti itu  tampaknya didesain untuk memunculkan Joko Widido sebagai calon tunggal pada Pilpres 2019. Sebab, Jokowi akan diusung PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura dan kemungkinan PAN.

Sementara dukungan terhap Prabowo Subianto yang didukung oleh Gerindra dan PKS yang kemungkinan besar tidak akan mencapai angka 20 persen jumla kursi DPR.

Begitu juga  Partai Demokrat sendirian juga akan sulit mendapatkan threshold 20 persen.  "PBB tentu akan lebih sulit lagi dibanding partai-partai yang lain," tegasnya.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memastikan akan secepatnya mendaftarkan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News