Zaytun Deposito

Oleh: Dahlan Iskan

Zaytun Deposito
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sedang NU tetap menjadi partai tersendiri. Demikian juga Syarikat Islam dan Perti. NU kemudian terbukti menjadi partai Islam terbesar di Pemilu pertama 1971. Setelah 16 tahun tidak ada Pemilu.

Pemenangnya sendiri, Anda sudah tahu: Golkar. Menang mutlak. Guyonnya saat itu: penghitungan suara sudah selesai sebelum pencoblosan.

Menurut para ideolog Golkar, Golkar memang harus menang. Dengan segala cara. Lewat cara apa pun. Agar Indonesia bisa meninggalkan pertentangan-pertentangan politik. Agar Indonesia bisa membangun ekonomi.

NU, karena dianggap partai tengah, tidak jadi sasaran operasi "cara apa pun" itu. Hanya bagian-bagian kecil yang kena sasaran. Intinya: NU boleh tetap hidup tetapi tidak boleh mengalahkan Golkar.

Di lain pihak, sebagian tokoh Masyumi sendiri tidak mau partai itu dihidupkan lagi. Untuk apa. Tujuan Masyumi sudah tercapai: PKI sudah dibubarkan oleh Soeharto.

"Partai itu, kalau tujuannya sudah tercapai, ya sudah. Bubar saja," ujar Syekh Panji Gumilang mengutip ucapan ayahnya.

Ayah Panji Gumilang memang termasuk di kelompok yang tidak setuju Masyumi dihidupkan lagi. Orang Masyumi justru harus mendukung pemerintahan Soeharto. Soehartolah yang ternyata berhasil membubarkan PKI. Bukan Masyumi.

Maka Panji sangat dekat dengan Orde Baru. Ikut menyukseskan misi membawa Indonesia ke tengah.

BEGITU banyak alasan untuk memojokkan Ponpes Al Zaytun. Syekh Panji Gumilang sang pendiri adalah keluarga partai Masyumi. Aktivis HMI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News