Zaytun Jas

Oleh: Dahlan Iskan

Zaytun Jas
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - PUKUL 04.00 saya sudah bangun. Saya perlu air minum hangat setengah liter. Yakni untuk minum obat sebelum makan apa pun. Air di termos kamar sudah dingin.

Tidak ada telepon antar-kamar di wisma tamu Ponpes Al Zaytun ini. Saya turun lewat lift: akan minta tolong ke petugas lobi.

Namun, begitu keluar dari lift, ruang makan di dekat lobi itu terlihat sudah terang. Saya melongok ke dalamnya. Sudah banyak makanan. Atau: masih banyak makanan.

Baca Juga:

"Jam sebegini kok sudah melayani makan pagi?" tanya saya ke petugas ruang makan.

"Ini layanan makan sahur. Tadi banyak sahur. Banyak yang puasa," jawabnya.

Saya pun membawa air panas ke kamar. Satu termos besar. Istri saya juga perlu bikin susu untuk orang tua.

Baca Juga:

Saya pun segera ke masjid. Agak terlambat. Salat subuh berjemaah sudah dimulai. Isinya santri berpakaian pramuka. Masjid ini besar sekali. Sekitar 40 x 60 meter.

Ini masjid lama. Salah satu dari bangunan pertama yang didirikan di Al Zaytun 25 tahun lalu. Bukan masjid baru yang enam lantai. Yang belum sepenuhnya jadi.

Saya lihat presiden santri Al Zaytun ikut senam. Wanita. Cantik dengan 4i. Asal Sukadana, Lampung. Namanyi: Shabrina Tifa Azzahra binti Yuni Faizal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News