Zaytun Sinagog

Oleh: Dahlan Iskan

Zaytun Sinagog
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya pun mencari sumber suara gamelan. Merdu sekali. Terpantulkan ke mana-mana. Saya naik ke lantai mezzanine. Lalu naik lagi ke lantai 2. Di situlah para guru dan santri latihan gamelan. Itu untuk persiapan peringatan 1 Suro. Lagunya: tombo ati (obat sakit hati). Vokalisnya dua orang guru bahasa Inggris.

Baca Juga:

Akhirnya saya bertemu Pak Abd Halim, salah seorang tangan kanan Syekh Panji Gumilang, pimpinan Al Zaytun. Saya pun minta diantar ke tempat yang oleh medsos disebut sebagai bunker tempat persembunyian.

Ternyata saya diajak ke basement. Ke ruang bawah tanah di bawah masjid itu. Betul. Bunker. Basement. Isinya penuh kayu jati. Banyak yang masih berbentuk gelondongan.

Itulah kayu untuk interior masjid. Sebagian sudah jadi lembaran. Lembaran itu diukir. Mengukirnya pakai mesin. Otomatis. Pisau ukirnya terhubung dengan pola yang ada di layar komputer.

"Masjid ini lahannya begitu luas. Mengapa harus punya basement?"

“Untuk tamu-tamu VIP. Mobil tamu VIP langsung ke basement. Lalu ke lantai 1 pakai lift atau eskalator," ujar Abdul Halim.

Mungkin publik lebih percaya medsos itu. Lebih masif. Lebih luas. Lebih dramatis. Sudah menjadi kebenaran baru.

Menurut Halim, Syekh Panji Gumilang sendiri yang membeli kayu jati itu. Sekian tahun lalu. "Sampai ke Bojonegoro, Cepu, dan sekitarnya," ujarnya. Daerah-daerah itulah ''ibu kota''-nya kayu jati.

Dahlan Iskan mampir ke Al Zaytun yang lagi diempas-empas badai medsos. Sepi. Dia ke tempat yang disebut-sebut bunker hingga sinagog, rumah ibadah agama Yahudi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News