Matahari Tak Bertanya Kepadamu

Matahari Tak Bertanya Kepadamu
Matahari Tak Bertanya Kepadamu
MATAHARI tidak pernah bertanya kepadamu kapan ia terbit dan tenggelam. Tiba-tiba sekarang sudah 2010, padahal sorak-sorai kampanye Pemilu 2009 rasanya masih terngiang-ngiang di gendang telinga. Bahkan, mereka yang sekarang berusia sekitar 60-an tahun, bisa membayangkan gelora demonstrasi anak-anak muda pada 1966 mengganyang Orde Lama.

Kala itu, saya masih anak SMA. Saya ingat banyak yang dilanda euforia bahwa perjuangan telah selesai. Sampai-sampai RRI saat itu kerap memperdengarkan lagu "Sorak-sorak Bergembira" pertanda perjuangan telah dimenangkan. Tapi seiring waktu berjalan di saat uban mulai tumbuh satu-satu di kepala, saya merasa kemenangan itu semu belaka.

Zaman hanya berulang. Ketika kita berhasil mengusir kolonial yang hendak kembali bercokol pada 1945-1949, sejarah menulis betapa era demokrasi parlementer berkecamuk. Politik sangat berkuasa, menjadi "panglima" sampai kemudian dikoreksi oleh Orde Baru, walau anehnya kembali diulangi Orde Baru. Apa yang ia kecam malah ia lakukan.

Di masa Orde Baru, politik menjadi mesin yang mengatur kehidupan publik, bahkan pribadi, walaupun pembangunan berkiprah di permukaan. Demokrasi dan ekonomi "kekeluargaan" tegak, tapi jika Anda tak termasuk "keluarga", ya, tersingkir dari "rumah politik dan ekonomi" Orde Baru.

MATAHARI tidak pernah bertanya kepadamu kapan ia terbit dan tenggelam. Tiba-tiba sekarang sudah 2010, padahal sorak-sorai kampanye Pemilu 2009 rasanya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News